Pesan rakyat jelas: kepemimpinan sejati diukur dari keberanian menepati janji, bukan sekadar retorika. Saat harga kebutuhan pokok melonjak, rakyat menanti kebijakan yang melindungi daya beli mereka. Lambannya respons hanya akan memperlebar jarak antara istana dan rakyat.
Refleksinya, rakyat bukan menolak kepemimpinan, melainkan menagih realisasi. Presiden Prabowo berada dalam ujian sejarah: apakah akan tercatat sebagai pemimpin yang menepati janji, atau sekadar menambah deretan janji yang terlupakan?
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR adalah simbol representasi rakyat, namun justru sering dituduh jauh dari rakyatnya. Tuntutan utama adalah reformasi internal: audit independen, transparansi anggaran, dan partisipasi publik dalam legislasi. Sorotan tajam lahir dari kesan bahwa DPR lebih sibuk dengan kepentingan partai daripada suara konstituen.
Kritik yang muncul menyinggung praktik legislasi yang terburu-buru dan minim konsultasi publik. Undang-undang yang disahkan kerap memihak pemodal besar, bukan rakyat kecil. Akibatnya, DPR kian kehilangan legitimasi moral di mata publik.
Refleksinya, jika DPR serius menegakkan fungsi pengawasan, publik akan kembali percaya. Namun tanpa perubahan nyata, suara “reformasi DPR” akan terus menggema dalam setiap demonstrasi rakyat.
Ketua Umum Partai Politik
Parpol dituntut untuk menghentikan praktik oligarki yang mengerdilkan demokrasi. Publik menilai ketua umum parpol terlalu fokus pada koalisi dan transaksi politik, sementara kaderisasi dan pendidikan politik diabaikan. Janji reformasi internal partai belum terlihat nyata.
Kritik diarahkan pada praktik mahar politik yang mempersempit peluang bagi kader potensial. Demokrasi yang seharusnya terbuka malah tersandera modal besar. Akibatnya, rakyat merasa parpol hanya menjadi milik segelintir elite.
Refleksinya, parpol harus kembali pada fungsi sejatinya: sekolah politik rakyat. Tanpa reformasi struktural, janji “demokrasi sehat” akan tinggal wacana belaka.