Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jeritan Hati di Balik Lagu 'Ibu Pertiwi'

29 Agustus 2025   16:31 Diperbarui: 29 Agustus 2025   16:31 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena ini memperlihatkan bahwa musik bukan hanya hiburan, melainkan ruang simbolik yang mampu merekatkan solidaritas. Lagu lama diberi makna baru, dan publik menemukan resonansi emosional yang meneguhkan.

2. “Gugatan Rakyat Semesta”: Amarah yang Meledak

Berbeda dengan “Ibu Pertiwi” yang lirih, lagu “Gugatan Rakyat Semesta” dari band .Feast hadir menghentak dengan semangat perlawanan. Liriknya, seperti “Rapatkan barisan, petir di kepalan tangan,” menghidupkan imajinasi rakyat yang bersatu melawan penguasa yang dianggap lalai.

Musik rock yang lantang itu menjadi penyalur amarah publik atas tragedi Affan Kurniawan. Potongan lirik yang menyinggung penguasa “yang berpura-pura peduli” seakan menyindir elite yang hanya bicara tanpa aksi nyata. Tak heran, lagu ini digunakan dalam unggahan bernuansa protes yang viral.

Dalam konteks ini, musik berfungsi sebagai instrumen agitasi yang menyemangati rakyat, sekaligus mengingatkan penguasa bahwa suara publik tak bisa diabaikan. Lagu menjadi megafon digital ketika suara rakyat di jalan dibungkam oleh gas air mata.

3. Musik sebagai Bahasa Emosi Kolektif

Fenomena penggunaan dua lagu dengan nuansa berbeda ini menunjukkan cara rakyat menyalurkan emosi kolektif. “Ibu Pertiwi” mewakili kesedihan, sedangkan “Gugatan Rakyat Semesta” mewakili kemarahan. Dua ekspresi ini saling melengkapi, menegaskan bahwa rakyat berduka sekaligus tidak tinggal diam.

Media sosial memperluas jangkauan ekspresi itu. Unggahan-unggahan viral menunjukkan bahwa musik menjadi bahasa universal yang mengikat simpul solidaritas. Dengan musik, duka pribadi bisa menjadi duka bersama, dan amarah individu bisa bergema sebagai seruan perubahan.

Refleksi penting di sini adalah bagaimana seni tetap berfungsi sebagai jembatan komunikasi rakyat ketika institusi formal gagal mendengar. Musik, dalam bentuknya yang sederhana, ternyata lebih ampuh daripada pidato panjang pejabat.

4. Kritik terhadap Kekerasan Negara

Tragedi tewasnya Affan Kurniawan mengingatkan bahwa kekerasan aparat masih menjadi masalah serius dalam demokrasi kita. Setiap gas air mata yang ditembakkan, setiap kendaraan yang melindas, adalah simbol negara yang gagal melindungi rakyatnya. Musik yang dipilih warganet menjadi bentuk kritik yang halus tapi keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun