Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulurkan Pengertian, Bukan Menebar Prasangka

24 Agustus 2025   13:16 Diperbarui: 24 Agustus 2025   13:16 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh-contoh sederhana ini memperlihatkan betapa berbahayanya prasangka yang terburu-buru. Kita hanya melihat permukaan, lalu berasumsi. Padahal, setiap manusia adalah buku panjang yang baru kita lihat sampulnya. Membaca halaman demi halaman membutuhkan kesabaran, dan di situlah pengertian bekerja.

Viktor Frankl menegaskan dalam bukunya Man’s Search for Meaning: “Between stimulus and response there is a space. In that space lies our freedom to choose.” Ruang jeda itu bisa kita isi dengan prasangka, atau dengan pengertian.

Membangun Budaya Memahami

Pertanyaannya,  bagaimana kita bisa melatih diri agar lebih banyak mengulurkan pengertian daripada menebar prasangka? Pertama, biasakan melakukan empathy check—berhenti sejenak sebelum menilai, lalu bertanya, “Apa yang mungkin sedang ia alami?” Langkah sederhana ini terbukti dapat menurunkan reaktivitas emosional.

Kedua, ciptakan budaya dialog dalam lingkaran sosial kita. Di kantor, keluarga, atau komunitas, biasakan mendengar lebih dulu sebelum bereaksi. Dengan begitu, penilaian tidak sekadar berangkat dari asumsi pribadi, melainkan dari pemahaman konteks.

Ketiga, latih kesadaran diri. Banyak prasangka muncul bukan karena orang lain, tapi karena luka atau bias dalam diri kita sendiri. Semakin kita bisa menerima diri dengan segala kekurangan, semakin mudah pula kita memahami orang lain.

Carl Rogers berkata: “The curious paradox is that when I accept myself just as I am, then I can change.” Dari penerimaan diri, lahir empati yang lebih tulus untuk sesama.

Penutup

Menghakimi itu mudah, memahami itu sulit. Namun di balik kesulitan itu, kita menemukan nilai kemanusiaan yang sesungguhnya. Empati bukan sekadar sikap, tetapi keputusan sadar untuk tidak menambah luka sosial yang sudah ada.

Mari berhenti menebar prasangka, dan mulai mengulurkan pengertian. Karena dunia ini tidak kekurangan hakim, tapi sangat membutuhkan lebih banyak pendengar.

"Love is the only sane and satisfactory answer to the problem of human existence." — Erich Fromm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun