Festival Ciliwung Ajak Semua Bersama Pulihkan Sungai
“Sungai bukan sekadar air, tetapi nadi kehidupan kota.”
Oleh Karnita
Pendahuluan
Suasana bantaran Sungai Ciliwung di Depok, Ahad (10/8/2025), tampak hidup dengan semangat warga yang mengikuti Festival Ciliwung 2025, seperti diberitakan Kompas.com. Festival ini menghadirkan berbagai aktivitas edukatif dan aksi nyata untuk pemulihan Sungai Ciliwung, menegaskan urgensi menjaga sungai strategis nasional. Keikutsertaan masyarakat menjadi penting karena kondisi sungai mencerminkan kesadaran kolektif terhadap lingkungan.
Festival yang diselenggarakan KLH bersama Pemkot Depok, Pertamina, dan PGN Gas Indonesia ini menarik perhatian penulis karena menunjukkan contoh konkret kolaborasi pentahelix dalam mengatasi permasalahan ekologis perkotaan. Kegiatan ini tidak hanya edukatif tetapi juga membangun rasa kepemilikan warga terhadap lingkungan sekitar. Dengan adanya acara ini, relevansi edukasi lingkungan semakin penting di tengah urbanisasi dan meningkatnya tekanan terhadap ekosistem sungai.
Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH, Rasio Ridho Sani, menekankan bahwa pencemaran berasal dari sampah rumah tangga dan limbah industri. Festival ini memberi momentum untuk mendorong kesadaran masyarakat sekaligus mendukung pembangunan fasilitas pendukung sungai multifungsi. Penulis tertarik menggali dampak sosial, ekonomi, dan budaya dari pemulihan sungai ini, agar pengalaman di Depok dapat menjadi contoh skala nasional.
Tantangan Pencemaran dan Dampak Ekologis
Sungai Ciliwung menghadapi tekanan dari pencemaran domestic waste dan limbah industri yang terus meningkat. Hal ini memerlukan perhatian serius karena kualitas air yang menurun berdampak langsung pada kesehatan warga dan ekosistem. Festival Ciliwung 2025 menekankan pentingnya edukasi serta kolaborasi lintas sektor untuk memitigasi dampak tersebut. Pesan yang disampaikan jelas: tanpa partisipasi masyarakat, upaya pemerintah tetap terbatas.
Pemulihan ekologis membutuhkan strategi yang berkelanjutan, termasuk pengelolaan sampah, pemeliharaan fasilitas, dan pengawasan kualitas air. Penulis menilai, integrasi pendekatan pentahelix—pemerintah, masyarakat, akademisi, bisnis, dan media—adalah model efektif untuk menciptakan perubahan nyata. Refleksi ini penting agar kota lain dapat meniru strategi yang berhasil. Dampak ekologis bukan hanya lingkungan, tetapi juga membentuk kualitas hidup warga dan nilai ekonomi sungai.
Melibatkan sekolah dan komunitas lokal menjadi kunci agar generasi muda memahami pentingnya sungai. Kegiatan edukasi di SMPN 34 Depok, misalnya, memperlihatkan bagaimana pendekatan langsung dapat menumbuhkan kesadaran lingkungan sejak dini. Kritik yang muncul dari pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa program lingkungan seringkali bersifat episodik, bukan berkelanjutan. Festival ini mencoba menutup celah itu dengan program jangka panjang.
Fungsi Ekonomi dan Budaya Sungai
Pemulihan Ciliwung bukan sekadar menjaga lingkungan, tetapi juga menghidupkan ekonomi lokal. Sungai yang bersih membuka peluang wisata dan aktivitas ekonomi kreatif, termasuk kuliner, seni, dan olahraga air. Festival ini menjadi platform untuk menampilkan potensi tersebut sekaligus mengajak masyarakat berpartisipasi. Kritik terhadap pendekatan sebelumnya adalah minimnya integrasi antara konservasi dan ekonomi; kini hal itu mulai diatasi.
Pemerintah menekankan pembangunan fasilitas publik di sepanjang bantaran sungai, seperti taman, jalur pedestrian, dan area edukasi. Langkah ini meningkatkan aksesibilitas warga sekaligus memperkuat nilai budaya sungai sebagai ruang sosial. Penulis menyoroti pentingnya keberlanjutan fasilitas agar tidak sekadar simbolis. Festival ini memberi refleksi bahwa sungai bersih dapat menjadi pusat interaksi sosial yang harmonis.
Budaya masyarakat juga menjadi perhatian penting. Tradisi lokal dan kegiatan komunitas bisa diintegrasikan ke dalam program pemulihan, sehingga sungai menjadi bagian dari identitas kota. Hal ini mengingatkan bahwa lingkungan dan budaya saling terkait, bukan berdiri sendiri. Pesan yang diambil adalah: revitalisasi sungai harus mempertimbangkan dimensi sosial, ekonomi, dan budaya secara bersamaan.
Kolaborasi Pentahelix dalam Pemulihan
Festival Ciliwung menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor: pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media. Model ini memungkinkan sumber daya lebih optimal dan solusi lebih inovatif. Penulis mengapresiasi pendekatan ini karena tidak hanya mengandalkan regulasi, tetapi juga partisipasi aktif masyarakat. Refleksi dari praktik ini menunjukkan bahwa keberhasilan lingkungan bergantung pada kolaborasi berkelanjutan.
Perusahaan seperti Pertamina dan PGN berperan dalam mendukung kegiatan edukasi dan penyediaan fasilitas. Keterlibatan mereka memberi sinyal bahwa tanggung jawab sosial perusahaan juga dapat berdampak positif terhadap ekologi. Kritik terhadap kolaborasi sebelumnya adalah kurangnya keselarasan tujuan antara sektor publik dan swasta. Festival ini mencoba mengatasi dengan komunikasi terbuka dan kesepahaman bersama.
Selain itu, media lokal dan nasional memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran publik. Liputan yang edukatif dan objektif dapat mendorong warga untuk aktif terlibat. Penulis menekankan bahwa tanpa media, pesan keberlanjutan sulit menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Festival Ciliwung menunjukkan bagaimana sinergi semua pihak mampu menciptakan dampak nyata.
Refleksi dan Pesan Lingkungan
Pemulihan Sungai Ciliwung memberi pelajaran bahwa masalah lingkungan tidak bisa diselesaikan sendiri. Partisipasi warga, dukungan pemerintah, dan keterlibatan sektor swasta harus sejalan. Penulis mendorong agar refleksi ini menjadi model bagi kota lain di Indonesia. Pesan yang muncul adalah: sungai bersih adalah tanggung jawab bersama.
Festival juga menyoroti pentingnya pendidikan lingkungan berkelanjutan. Anak-anak dan remaja belajar dari pengalaman langsung, sehingga kesadaran ekologis menjadi bagian dari perilaku sehari-hari. Kritik yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai program ini berhenti setelah festival selesai. Penulis menyarankan integrasi kegiatan ke kurikulum sekolah agar dampak jangka panjang dapat terukur.
Penutup
Pemulihan Sungai Ciliwung menunjukkan bahwa kolaborasi nyata bisa menghadirkan perubahan. “Sungai yang bersih adalah cerminan masyarakat yang peduli,” ujar Rasio Ridho Sani. Inisiatif ini tidak hanya memperbaiki lingkungan, tetapi juga membangun nilai sosial, ekonomi, dan budaya. Dengan semangat ini, kota lain dapat meniru dan beradaptasi sesuai konteks masing-masing.
Masyarakat diajak terus berpartisipasi. “Pemulihan sungai bukan tugas satu pihak, tetapi tanggung jawab bersama,” kata Wakil Wali Kota Candra Rahmansyah. Pesan ini menegaskan bahwa aksi kolektif lebih kuat daripada usaha individu. Penulis berharap, Festival Ciliwung menjadi momentum perubahan yang berkelanjutan bagi Indonesia. Wallahu a’lam.
Disclaimer: Artikel ini bersifat informatif dan reflektif, bukan promosi produk atau pihak tertentu.
Daftar Pustaka
- Kompas.com. “KLH Ajak Masyarakat Peduli Sungai Ciliwung.” 10/08/2025. https://www.kompas.com
- Republika.co.id. “Festival Ciliwung 2025: Edukasi dan Pemulihan.” 10/08/2025. https://www.republika.co.id
- KLH.go.id. “Program Pemulihan Sungai Ciliwung.” 2025. https://www.menlh.go.id
- Pemkot Depok. “Revitalisasi Sungai Ciliwung.” 2025. https://www.depok.go.id
- PGN Gas Indonesia. “CSR dan Dukungan Lingkungan 2025.” https://www.pgn.co.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI