Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Merunduk, Mengangkat Martabat", Saat Maaf Menjadi Pemimpin

9 Agustus 2025   21:02 Diperbarui: 9 Agustus 2025   21:02 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Detik-detik Kereta Api Argo Bromo Anjlok di Subang, Ini Kronologinya! (Foto: Istimewa/haijakarta.id) 

4. Transparansi sebagai Pilar Kepercayaan

Dalam kasus ini, KAI memilih untuk terbuka mengenai penyebab gangguan perjalanan, dampak, dan langkah perbaikannya. Transparansi ini menjadi kunci meredam kemarahan publik. Dibandingkan dengan institusi lain yang memilih diam atau defensif, KAI menunjukkan bahwa kejujuran lebih efektif daripada pencitraan kosong.

Transparansi tidak hanya berarti menyampaikan kabar baik, tetapi juga kabar buruk dengan cara yang terhormat. Publik mampu memahami bahwa insiden bisa terjadi, tetapi mereka sulit menerima jika informasi ditutup-tutupi.

Namun, transparansi juga harus diikuti oleh akuntabilitas. Mengumumkan penyebab insiden tanpa tindak lanjut hanya akan memunculkan skeptisisme. Oleh karena itu, penting ada laporan evaluasi yang dapat diakses publik.

Refleksinya, kepercayaan publik adalah mata uang yang mahal. Ia hanya bisa didapat lewat keterbukaan dan kesediaan memperbaiki kesalahan secara berkelanjutan.

5. Mengubah Krisis Menjadi Modal Reputasi

Ironisnya, insiden yang berpotensi merusak reputasi KAI justru menjadi peluang membangun citra positif berkat respons yang tepat. Tindakan cepat, komunikasi terbuka, dan gestur membungkuk semuanya membentuk narasi bahwa perusahaan ini peduli dan bertanggung jawab.

Banyak organisasi terjebak dalam paradigma defensif saat menghadapi krisis. Mereka takut mengakui kesalahan karena khawatir citra akan hancur. Padahal, publik lebih menghargai kejujuran dibanding kesempurnaan semu.

Mengubah krisis menjadi modal reputasi membutuhkan keberanian untuk memimpin di garis depan dan kerendahan hati untuk mengakui kekurangan. Kombinasi ini yang jarang dimiliki banyak pimpinan.

Refleksi dari kasus ini, krisis bukan akhir dari cerita, tetapi bisa menjadi bab penting dalam membangun narasi kepemimpinan yang humanis dan profesional.

Evakuasi rangkaian kereta api Argo Bromo Anggrek di Subang (dok.  Antara/Abdan Syakura )
Evakuasi rangkaian kereta api Argo Bromo Anggrek di Subang (dok.  Antara/Abdan Syakura )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun