Bagi Kwik, ekonomi bukan sekadar angka dan pertumbuhan. Ia menempatkan etika sebagai fondasi pengambilan keputusan. Ia menolak narasi efisiensi yang sering digunakan untuk mencabut subsidi, memprivatisasi layanan dasar, atau menyingkirkan rakyat kecil demi kepentingan pasar.
Dalam banyak tulisannya, ia menunjukkan bahwa tak semua yang efisien itu adil, dan tak semua yang menguntungkan fiskal itu bermoral. Ia mempersoalkan kebijakan-kebijakan yang mengorbankan prinsip kerakyatan demi laporan makro yang tampak manis. Ketika banyak ekonom menyerah pada logika pasar bebas, Kwik tetap setia pada suara nurani.
Refleksi moral ini makin penting hari ini. Di era big data dan AI, ketika keputusan ekonomi makin didikte oleh algoritma, keberanian untuk menempatkan manusia dan keadilan sosial sebagai pusat kebijakan menjadi sangat langka. Kwik mengajarkan bahwa ilmu ekonomi yang tercerabut dari nurani, cepat atau lambat, akan melukai rakyatnya sendiri.
5. Intelektual yang Tidak Takut Tak Disukai
Warisan paling kuat dari Kwik bukan terletak pada jabatan atau penghargaan. Tapi pada keteguhan untuk tetap berpikir merdeka, walau dibayar dengan pengasingan. Ia pernah terpinggirkan karena menolak tanda tangan yang akan melegitimasi pembebasan obligor BLBI. Ia tahu satu tanda tangan bisa menghapus integritas yang dibangun puluhan tahun.
Di tengah sistem yang haus loyalitas dan kompromi, Kwik berdiri sebagai pengingat bahwa menjadi intelektual berarti siap tak disukai. Ia tak menolak kekuasaan, tetapi tak mau jadi alatnya. Ia membela ide, bukan jabatan. Di masa ketika banyak intelektual memilih diam demi kenyamanan, Kwik memilih bicara demi kebenaran.
Di sinilah letak keistimewaan Kwik. Ia bukan pemikir yang galak, tetapi jernih. Ia bukan oposisi yang membabi buta, tetapi pembeda yang tegas. Dalam keheningan kematiannya, ia meninggalkan dentuman: bahwa keberanian berpikir akan selalu lebih abadi ketimbang popularitas.
Penutup
Ketika bangsa ini kembali dihadapkan pada pilihan-pilihan strategis pembangunan dan diplomasi ekonomi, suara Kwik Kian Gie masih terdengar jelas. Ia bukan hanya meninggalkan pemikiran, tetapi juga cara berpikir: berpihak pada rakyat, setia pada nurani, dan berani tak disukai demi kebenaran.
"Berpikir rasional itu mudah, tetapi berpikir jernih di tengah badai kepentingan, itulah kemewahan sejati seorang intelektual." – Kwik Kian Gie
Disclaimer: