Sayangnya, banyak lulusan sekolah menengah yang belum siap menghadapi dunia profesional. Mereka tidak terbiasa bekerja dalam tim, sulit menyampaikan ide dengan efektif, atau kurang inisiatif dalam menyelesaikan masalah. Ini bukan sepenuhnya kesalahan siswa, melainkan refleksi dari sistem pendidikan yang belum memfasilitasi penguatan soft skills secara sistemik.
Inilah panggilan untuk reformasi: pendidikan harus mengintegrasikan pengalaman nyata---proyek kolaboratif, presentasi publik, pelatihan kepemimpinan---ke dalam keseharian pembelajaran. SMK dan SMA perlu menjadi ruang simulasi kehidupan nyata, bukan sekadar tempat untuk menghafal materi ujian.
5. Refleksi dan Arah Kebijakan Pendidikan Vokasi
Program Sapa Murid SMK yang dipusatkan di SMKN 27 Jakarta menjadi momentum penting dalam memajukan pendidikan vokasi. Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Tatang Muttaqin, menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan membangun inspirasi dan mempertemukan pelajar dengan alumni sukses. Lewat talkshow, siswa diajak mendalami pentingnya kewirausahaan dan praktik kebiasaan anak hebat.
Kegiatan ini tak hanya memperkenalkan soft skills secara teoritis, tetapi juga mempraktikkannya dalam bentuk interaksi nyata. Program semacam ini menjadi contoh baik tentang bagaimana membangun relasi antara dunia pendidikan dan dunia kerja secara partisipatif.
Namun, program ini juga membuka ruang refleksi: bagaimana memastikan bahwa inspirasi tidak berhenti sebagai seremoni tahunan? Bagaimana menjadikannya gerakan pendidikan yang konsisten, masif, dan terukur? Pendidikan vokasi butuh kebijakan jangka panjang yang menyatukan pelatihan keterampilan dengan pembentukan karakter, agar lulusan benar-benar siap bersaing dan berkontribusi.
Penutup: Pendidikan sebagai Jalan Hidup
"Tidak semua hal bisa diajarkan secara langsung di sekolah. Tapi jika semangat belajar terus dijaga, segalanya bisa dipelajari, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Jadilah pembelajar sepanjang hayat," ujar Abdul Mu'ti. Kutipan ini menegaskan bahwa inti dari pendidikan adalah membentuk manusia yang tak pernah berhenti belajar.
Kita perlu bergerak dari paradigma sekolah sebagai tempat mengajar ke paradigma sekolah sebagai tempat tumbuh. Pendidikan bukan semata tentang siapa yang paling cerdas, tetapi siapa yang paling mampu beradaptasi, bekerja sama, dan berkontribusi bagi lingkungannya. Maka, mari kita dukung kebijakan yang menghidupkan kembali semangat belajar, dengan menanamkan soft skills sebagai jantung pendidikan Indonesia. Wallahu a'lam.
Daftar Pustaka:Â
Pikiran Rakyat. (2025, 24 Juli). Mendikdasmen Abdul Mu'ti Tekankan Pentingnya Penguasaan Enam Keterampilan Nonteknis bagi Pelajar. https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-019521323