Satu hal yang tak banyak dibahas di forum pendidikan formal adalah dimensi spiritual dalam mendampingi anak sekolah. MPLS bisa menjadi ruang awal bagi keluarga menumbuhkan rutinitas kecil namun bermakna: misalnya, mengakhiri obrolan sore dengan doa bersama, atau menyisipkan nasihat bijak saat anak bercerita.
Pak Sungkowo menyinggung peran moral dan spiritual secara singkat. Tapi dalam praktiknya, nilai-nilai spiritual seperti sabar, syukur, dan kerja keras bisa mulai ditanamkan lewat momen MPLS ini. Misalnya, saat anak merasa tak nyaman di sekolah baru, orangtua bisa membingkai perasaan itu sebagai bagian dari proses tumbuh.
Spirit belajar dan spirit keluarga tidak perlu dipisah. Ketika anak merasa didoakan dan didukung secara utuh, bukan hanya secara logistik, maka MPLS bukan hanya perkenalan terhadap sekolah, melainkan juga perkenalan terhadap nilai hidup.
5. MPLS Sebagai Laboratorium Kecil Pendidikan Nasional
Akhirnya, penting untuk memandang MPLS tidak hanya sebagai fenomena individual anak dan keluarga, tapi juga sebagai cermin mini dari wajah pendidikan kita. Apakah MPLS ramah dan reflektif? Apakah sekolah memberi ruang partisipasi bagi suara anak? Apakah orangtua dilibatkan, bukan hanya diminta hadir di hari pertama?
Tulisan Pak Sungkowo memberi kita satu perspektif penting: pendidikan tidak hanya tugas sekolah. Orangtua dan rumah adalah bagian dari ekosistem yang menentukan apakah anak akan merasa “berada” atau “terasing”. Kritik terhadap sistem formal bisa dimulai dari hal kecil: apakah rumah kita menjadi tempat anak ingin pulang dan bercerita?
Jika semua pihak memaknai MPLS sebagai laboratorium pendidikan karakter dan relasi, maka bangsa ini sedang mengawali tahun ajaran baru dengan langkah yang benar.
Penutup
“Obrolan kecil di meja makan bisa lebih kuat dari motivasi dari panggung seminar.”
Tulisan Sungkowo di Kompasiana bukan sekadar catatan blog. Ia adalah refleksi mendalam tentang betapa pentingnya keterlibatan orangtua dalam hal-hal yang sering dianggap kecil. Dari mendengarkan cerita MPLS, kita belajar bahwa pendidikan terbaik dimulai bukan dari kelas, tapi dari rumah—dari meja makan, dari pelukan pagi, dari percakapan santai sebelum tidur.