Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Pantai, Perahu, dan Keramba: Mencari Titik Temu di Tengah Gelombang

10 Juli 2025   07:17 Diperbarui: 10 Juli 2025   07:17 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah terbaik kini adalah menyelenggarakan forum dialog publik, difasilitasi oleh pemerintah daerah dan lembaga independen. Di sana, semua pihak bisa menyampaikan argumen secara rasional dan terbuka. Jika perusahaan memiliki niat baik, maka transparansi harus dikedepankan, bukan dilindungi oleh jargon "izin sudah ada".

5. Konservasi Bukan Penghalang, Tapi Penjaga Masa Depan

Isu konservasi terumbu karang dan kedalaman laut menjadi sorotan penting. Lokasi keramba berada di kawasan yang kedalamannya hanya 6--9 meter dan dekat dengan zona konservasi. Ini bukan sekadar soal teknis, tapi prinsip perlindungan ekosistem laut yang tak bisa ditawar. Ketika kerusakan terjadi, biaya pemulihannya bisa jauh lebih mahal daripada keuntungan yang didapat.

Sebagai bangsa bahari, kita punya kewajiban menjaga ekosistem pesisir untuk generasi mendatang. Kebijakan yang mengabaikan konservasi hanya akan menciptakan boom sesaat tapi krisis jangka panjang. Terumbu karang bukan hanya rumah ikan, tapi penyelamat iklim dan penahan abrasi.

Solusinya bukan menolak investasi, tapi memastikan bahwa setiap investasi laut tunduk pada prinsip konservasi. Ini bisa melalui studi lingkungan strategis (SES) dan integrasi proyek dalam kawasan konservasi lestari berbasis masyarakat. Jika dikelola bersama, konservasi bisa menjadi nilai tambah ekonomi, bukan penghambat.

Penutup: Di Atas Ombak, Kita Bisa Saling Menjaga

Laut adalah ruang kehidupan. Ia tak boleh dipandang semata sebagai ruang ekonomi, apalagi hanya sekadar koordinat izin. Konflik keramba di Pangandaran adalah cermin bagi kita semua: bahwa setiap pembangunan harus menjadikan aspirasi warga sebagai kompas utama. Ketika suara nelayan, pelaku wisata, dan warga lokal tidak didengar, maka pembangunan bisa kehilangan pijakan moralnya.

Sebagaimana dikatakan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, laut harus dijaga bukan hanya dengan izin, tapi dengan rasa memiliki. Kita berharap agar Pangandaran tetap menjadi surga pesisir yang adil bagi semua, dari nelayan tradisional hingga pegiat wisata. Di atas ombak, mari kita saling menjaga.

"Pembangunan terbaik adalah yang tak menyisakan korban di belakangnya."

Daftar Pustaka

  1. Kusnadi, Agus. (2025, 6 Juli). Nelayan dan Pelaku Wisata Water Spot Tolak Penambahan Keramba Jaring Apung di Pantai Pangandaran. Pikiran Rakyat. https://www.pikiran-rakyat.com
  2. Kompas.com. (2024, 3 September). Zonasi Laut dan Tantangan Pembangunan Pesisir Berkelanjutan. https://www.kompas.com
  3. Tempo.co. (2024, 10 Februari). Ketika Investasi Mengusik Ekologi Pesisir. https://www.tempo.co
  4. Media Indonesia. (2023, 14 Oktober). Nelayan vs Industri: Siapa Mengatur Laut?. https://www.mediaindonesia.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun