Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

"Ka Mana Wae Sekda?": Sindiran, Etika, dan Tantangan Kolektif Etos Birokrasi

20 Juni 2025   16:28 Diperbarui: 20 Juni 2025   16:28 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media arus utama pun cenderung menyoroti sisi dramatis dari pernyataan ini ketimbang mendalami substansi pengelolaan anggaran. Di sinilah pentingnya kehati-hatian pejabat publik dalam memilih diksi dan waktu bicara. Komunikasi strategis tidak cukup hanya jujur, tapi juga harus cerdas, etis, dan berorientasi pada solusi.

Untuk mengatasi ini, pemimpin daerah harus memiliki tim komunikasi publik yang mumpuni. Tidak semua kritik harus disampaikan di forum besar. Ada ruang koordinasi kecil yang lebih damai dan membangun. Keseimbangan antara komunikasi publik dan tata kelola internal menjadi kunci menjaga martabat birokrasi.

5. Menjaga Harmoni dalam Kepemimpinan Kolektif

Tugas Gubernur, Wagub, dan Sekda bukan hanya menjalankan roda pemerintahan, tapi juga menjadi simbol kesatuan etika dan arah kebijakan daerah. Ketika satu komponen menyindir komponen lain, efeknya bukan sekadar personal, melainkan meretakkan kepercayaan struktural. DPRD sendiri mengingatkan bahwa ini adalah “urusan internal eksekutif” yang sebaiknya tidak merembes ke ranah legislatif.

Di sini, harmoni dan etika birokrasi menjadi ujian kepemimpinan. Pemimpin daerah perlu membangun ruang dialog yang reguler dan terbuka untuk menyelesaikan ketegangan. Tidak semua ketidakhadiran adalah pembangkangan, dan tidak semua sindiran mencerminkan solusi. Yang dibutuhkan adalah komunikasi penuh integritas dan kesadaran bersama akan tanggung jawab publik.

Solusinya adalah revitalisasi forum koordinasi mingguan antartop manajemen daerah. Forum ini tidak hanya mengevaluasi capaian kerja, tetapi juga menjembatani ketegangan struktural, menyelaraskan visi kerja, serta memperkuat solidaritas di hadapan publik.

Penutup: Profesionalisme Tanpa Friksi, Birokrasi Tanpa Drama

“Di ruang sidang, yang diuji bukan hanya argumen—tapi adab dan keteladanan.”

Perbedaan gaya kerja bukan alasan untuk melemahkan kohesi struktural birokrasi. Etika komunikasi antarpejabat adalah fondasi kepercayaan rakyat terhadap pemerintahnya. Ketika publik menyaksikan sindiran terbuka antarpemimpin, bukan hanya wibawa pribadi yang dipertaruhkan, tapi juga citra kolektif pelayanan publik.

Sebagaimana diingatkan oleh Iswara dalam sidang, “kita jaga rumah kita masing-masing.” Rumah birokrasi harus bersih dari drama, kaya akan solusi, dan kuat oleh kolaborasi. “Kesatuan itu bukan keseragaman, tapi ketulusan menjaga adab dalam perbedaan.” Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka:

  1. Kompas.com. (2025, 19 Juni). Wakil Gubernur Jabar Sindir Sekda yang Jarang Ngantor: “Ka Mana Wae Sekda?”. Diakses dari: https://bandung.kompas.com
  2. TribunJabar.id. (2025). Rapat Paripurna di DPRD, Wagub Erwan Singgung Sekda Jabar Tak Pernah Ngantor.
  3. Kompas.com. (2023). Etika Komunikasi Politik di Ruang Publik: Antara Transparansi dan Simbolisme. Rubrik Opini.
  4. Pikiran Rakyat. (2025). Reformasi Birokrasi dan Tantangan Gaya Kepemimpinan Lapangan. Edisi Khusus Reformasi ASN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun