Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ugahari dan Keprasaajaan: Merangkai Harmoni Hidup di Masa Senja

1 Juni 2025   17:34 Diperbarui: 1 Juni 2025   17:46 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ugahari dan Keprasaajaan, Merangkai Harmoni Hidup di Masa Senja (Sun Life) 

Saat gawai baru dirilis, saat tren fashion berganti tiap bulan, kita tergoda ikut serta. Padahal hidup bukanlah ajang kejar tayang. Gaya hidup seperti itu menyulap kebutuhan menjadi keinginan yang tak selesai-selesai. Di sinilah pentingnya ugahari: mengerem keinginan sebelum ia menjelma kebiasaan konsumtif. Sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena itu akan menyesatkan kamu dari jalan Allah." (QS. Shad: 26)

Muda bukan berarti harus terus tampil penuh gaya. Justru di usia muda kita bisa belajar bijak terhadap uang dan waktu. Memilih tak berarti kalah. Memilih dengan sadar berarti menang dari godaan sesaat. Menahan diri untuk tak membeli sesuatu bukan berarti tak mampu, tapi justru menunjukkan bahwa kita tahu kapan harus cukup.

Merawat Rumah, Merawat Diri

"Kerapian dompet berawal dari kerapian hati."

Hidup keprasaaajaan, bukan hidup seadanya, tapi hidup dengan penuh kesadaran. Rumah kecil bisa jadi sumber kebahagiaan jika dirawat dengan cinta. Dapur sederhana pun bisa jadi tempat pertumbuhan batin bila disiapkan dengan rasa syukur. Rasulullah SAW bersabda: "Kebersihan adalah sebagian dari iman." (HR. Muslim), termasuk dalam menata ruang hidup kita.

Keprasaajaan tidak sekadar tampak di luar, tetapi terasa di dalam. Saat kita nyaman dengan tempat tidur yang tidak mewah tapi bersih, saat kita puas dengan makanan rumahan yang menyehatkan, di situlah letak kekayaan hidup sebenarnya. Ini tentang menciptakan kualitas, bukan kuantitas.

Bahagia Tidak Harus Baru

"Apa yang sering kita anggap kebaruan, hanyalah pengulangan dengan kemasan yang berbeda."

Mengganti barang yang masih berfungsi hanya demi tampilan baru adalah kebiasaan yang melelahkan. Kita kehilangan rasa hormat pada barang, bahkan pada kerja keras diri sendiri. Ugahari mengajarkan bahwa memelihara lebih mulia daripada terus membeli. Dalam Islam, Rasulullah SAW sangat menghargai barang-barang yang digunakan dengan baik dan tidak mubazir, sebagaimana firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan." (QS. Al-Isra: 27)

Kebahagiaan tidak harus selalu baru. Kadang justru berasal dari yang sudah akrab, yang telah menyatu dengan hidup kita. Pakaian lama yang masih nyaman, sepatu yang telah menemani banyak langkah, atau sepeda yang telah menemani pulang sore hari. Semuanya punya nilai emosional yang tak bisa dibeli.

Kecukupan Bukan Kekurangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun