Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ugahari dan Keprasaajaan: Merangkai Harmoni Hidup di Masa Senja

1 Juni 2025   17:34 Diperbarui: 1 Juni 2025   17:46 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ugahari dan Keprasaajaan: Merangkai Harmoni Hidup di Masa Senja 

"Bukan kaya yang membuatmu damai, tapi damailah yang membuatmu merasa cukup."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Di tengah arus zaman yang deras dan gemuruh gaya hidup serbacepat, dua kata lama pelan-pelan naik kembali ke permukaan: ugahari dan keprasahajaan hidup. Keduanya bukan sekadar anjuran untuk hidup hemat. Lebih dari itu, ia menyentuh wilayah batin---cara kita menakar keinginan, cara menempatkan diri, dan cara meniti hidup tanpa gaduh ambisi.

Ugahari, secara sederhana, berarti menahan diri. Tidak berlebih, tidak gegas mengikuti nafsu. Dalam nilai Islam, ini sangat dekat dengan semangat zuhud dan wara'. Zuhud bukan sikap menjauhi dunia, melainkan tidak menjadikan dunia sebagai pusat kecintaan. Ia hadir saat kita mampu, tapi memilih secukupnya. Ia tumbuh saat kita bisa mengejar lebih, tapi memilih untuk tenang. Ugahari, dalam makna ini, adalah seni untuk tetap utuh dalam riuh. Nabi pernah bersabda, "Kesederhanaan adalah bagian dari iman." (HR. Abu Dawud). Barangkali, di situlah intinya: iman yang mengejawantah dalam laku sederhana.

Sementara itu, keprasaajaan hidup adalah seni menikmati yang ada. Ia bukan pasrah, melainkan tahu batas. Dalam Islam, ini disebut qana'ah---rasa cukup, yang anehnya justru melahirkan kelapangan. Qana'ah bukan diam di tempat, tapi melangkah tanpa serakah. Di situlah kita belajar: kebahagiaan ternyata tidak datang dari banyaknya yang dimiliki, tapi dari cukupnya hati menerima. Dan jika ditautkan kembali ke zuhud, maka keprasahajaan adalah wajah lembut dari jiwa yang tidak bergantung pada pengakuan. Ia hadir sunyi, tapi kokoh.

Bila dua nilai ini---ugahari dan keprasahajaan---dibiasakan sejak muda, barangkali hidup tak perlu selalu gemilang untuk terasa terang. Tak perlu ramai untuk terasa hidup. Kita hanya perlu belajar menyederhanakan hasrat, dan merawat cukup dalam hati. Lalu, pertanyaannya: sanggupkah kita memelihara kesederhanaan ini di tengah zaman yang serbakejar dan penuh tanding?

Menolak Gaya Hidup Kejar Tayang

"Yang lekas usang bukanlah barang, tapi rasa puas yang tak pernah kenyang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun