Kita sebagai warga tak bisa hanya menonton. Kita perlu menagih konsistensi aparat, mendukung langkah-langkah hukum yang adil, dan yang tak kalah penting: tidak lagi melihat bangunan liar sebagai solusi jangka pendek, melainkan masalah jangka panjang yang harus ditangani dengan komprehensif.
4. Utara: Hilir yang Harus Dilindungi
"Di hilir, semua air bertemu. Tapi siapa yang menjaga mereka tetap bersih?"
Menurut Agung Mulya, Kabid Pengelolaan SDA Bekasi, fokus utama normalisasi ada di wilayah utara: Tambun Utara, Babelan, Pebayuran. Daerah-daerah ini adalah muara dari banyak sungai dan juga kawasan pertanian yang bergantung pada air.
Pengalaman banjir di awal 2025 menjadi pelajaran penting. Di titik-titik yang telah dinormalisasi, debit air terbukti lebih terkendali. Ini menjadi argumen kuat bahwa program ini bukan sekadar proyek, tetapi kebutuhan mendesak.
Namun utara tidak bisa berjalan sendiri. Semua daerah hulu dan tengah juga harus terkoneksi dalam visi yang sama. Bekasi adalah satu kesatuan ekosistem, bukan puzzle yang bisa dikerjakan potongan demi potongan.
5. Selatan: Turap, Drainase, dan Ketahanan Baru
"Air tidak mengenal batas administratif. Ia mengalir di antara perencanaan yang saling menguatkan."
Jika utara diprioritaskan untuk normalisasi sungai, wilayah selatan Bekasi difokuskan pada pembangunan turap, drainase, dan kolam retensi. Strategi ini menyesuaikan karakter geografis wilayah selatan yang berbeda, lebih tinggi namun tetap rawan genangan lokal.
Langkah ini menunjukkan bahwa pengelolaan air tidak bisa satu pendekatan untuk semua. Setiap wilayah perlu pendekatan berbasis data, pemetaan risiko, dan solusi teknis yang kontekstual.
Infrastruktur air harus dirancang bukan hanya untuk menahan banjir, tetapi juga mengalirkan kesadaran baru tentang bagaimana kita hidup berdampingan dengan alam.