Semuanya Karena Allah: Mengembalikan Pusat kepada Yang Esa (1)Â
"Jalan ini bukan tentang ke mana kita pergi, tapi kepada siapa kita kembali."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Fihi Mafihi adalah kumpulan esai dan nasihat spiritual dari Jalaludin Rumi, seorang sufi besar abad ke-13. Buku ini merupakan salah satu karya klasik sufisme yang memuat pembahasan mendalam tentang cinta, kehidupan, dan hubungan manusia dengan Allah. Terjemahan bahasa Indonesia dari karya ini telah diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati pada tahun 2023, memudahkan pembaca Indonesia untuk mengakses kedalaman hikmah Rumi yang tak lekang oleh waktu.
Dalam pusaran hidup yang serba cepat, sering kali kita kehilangan pusat keseimbangan spiritual. Aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan, relasi sosial, hingga amal kebaikan kerap terpisah dari pemahaman mendalam tentang kebertuhanan. Fihi Mafihi mengajak pembaca untuk menyelami akar spiritualitas yang tak hanya sekadar ritual, melainkan sebuah kesadaran penuh yang terus mengalir dalam tiap gerak kehidupan, mengingatkan bahwa segala sesuatu bermuara dan kembali kepada-Nya.
Artikel kesatu ini, Â saya mencoba menulis ulang sepuluh pasal pilihan dari Fihi Mafihi, satu per satu, dengan merenungkan makna dan relevansinya di zaman modern ini. Dimulai dari yang paling fundamental: segalanya karena Allah.
Pasal 1: Semuanya Karena Allah
"Jika segalanya dari Allah, maka yang perlu kita lakukan hanyalah menjadi jalan, bukan pusat. Menjadi saluran, bukan sumber. Dan itulah kebebasan sejati."
Segala sesuatu berasal dari Allah, digerakkan oleh Allah, dan akan kembali kepada-Nya. Ini bukan sekadar dogma tauhid, tetapi akar dari seluruh laku spiritual. Dalam tradisi sufi, kesadaran ini disebut fana, yaitu lenyapnya ego dalam kehadiran Ilahi. Ketika seseorang menyadari bahwa segala gerak, kata, dan niat sejatinya bukan dari dirinya sendiri, ia mulai hidup dalam keikhlasan sejati—ikhlas yang tidak lagi membutuhkan pengakuan, pujian, atau imbalan.