"Kamu jangan jadi satu-satunya yang berjuang. Perempuan juga layak diperjuangkan," ucap Ibu suatu malam. Dan sejak itu, aku mulai belajar menakar ulang harga diriku sendiri.
6. Ibu Selalu Bisa Membaca Luka Tanpa Cerita
Aku tak perlu banyak bercerita. Wajahku sudah cukup menjadi bahasa. Ibu tahu kapan aku senang karena cinta, dan tahu kapan aku kehilangan diriku sendiri karenanya.
"Kamu berubah. Kamu nggak ceria kayak dulu," katanya. Lalu ia menyuguhkan teh jahe hangat, dan menemaniku diam. Diam yang penuh pelukan.
7. Hubungan yang Sehat Tidak Membuatmu Takut Bicara
Dalam hubungan itu, aku sering ragu untuk jujur. Takut dibilang lebay, takut dianggap cerewet. Lama-lama, aku belajar diam. Tapi diam itu berubah jadi luka.
Ibu bilang, "Kalau kamu takut ngomong jujur karena takut kehilangan dia, itu tandanya kamu udah kehilangan dirimu sendiri."
8. Cinta yang Membebaskan, Bukan Mengikat
Ibu sering bilang, "Cinta yang baik itu membebaskan. Bukan mengikat sampai kamu nggak bisa jadi dirimu sendiri." Dulu aku tidak paham, sekarang aku mengerti.
Hubungan yang membuatku merasa harus selalu minta izin jadi diri sendiri, ternyata bukan rumah. Itu penjara berlapis pujian palsu.
9. Kita Boleh Rindu, Tapi Nggak Harus Balik Lagi