Mohon tunggu...
Karmila P. Lamadang
Karmila P. Lamadang Mohon Tunggu... seorang ibu

Dosen di universitas Muhammadiyah Luwuk

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mendidik Anak Ditengah Pemerintahan yang Tidak Bisa Dijadikan Teladan

31 Agustus 2025   09:21 Diperbarui: 31 Agustus 2025   09:21 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : by Google.com

Sebagai orang tua, sebagai warga negara dan sebagai seseorang yang sedang menahan kecewa. Kekecewaan yang semakin hari terasa seperti kemarahan yang harus terus di kendalikan. Sulit rasanya ketika kita menghabiskan waktu, tenaga, dan hati untuk mendidik anak-anak menjadi pribadi yang jujur, bertanggung jawab, peduli, dan adil, sementara di luar sana, mereka melihat contoh-contoh sebaliknya dari orang-orang yang seharusnya menjadi teladan: pemimpin, pejabat, bahkan lembaga-lembaga negara yang semestinya menjaga kepercayaan rakyat.

Bagaimana kita bisa menyuruh anak-anak untuk tidak berbohong, sementara berita korupsi dan manipulasi publik muncul setiap hari di media? Bagaimana kita bisa mengajarkan keadilan, jika hukum sering kali hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?

Ini bukan hanya masalah politik. Ini adalah masalah Pendidikan, masalah karakte,  masalah moral dan masalah masa depan.

Ketika Negara Gagal Menjadi Teladan, Rumah Harus Menjadi Sekolah Integritas

Saya percaya, meskipun negara bisa salah arah, rumah tidak boleh ikut kehilangan kompas moralnya. Dalam kondisi seperti ini, rumah harus menjadi tempat di mana nilai-nilai kebaikan tidak hanya diajarkan, tapi diteladankan. Karena anak-anak tidak hanya belajar dari apa yang mereka dengar. Mereka belajar dari apa yang mereka lihat dan rasakan setiap hari.

Kalau mereka tidak bisa menemukan tokoh publik yang bisa mereka kagumi karena kejujurannya, mari kita ciptakan kekaguman itu di dalam keluarga. Biarlah mereka tumbuh dengan kekaguman terhadap ayah yang tidak menyuap untuk mempercepat proses administrasi. Terhadap ibu yang tetap jujur meski pilihannya membuat hidup jadi lebih sulit. Terhadap guru yang tidak tergoda untuk ikut arus sistem yang bobrok.

Di tengah masyarakat yang mulai permisif terhadap korupsi, rumah harus tetap berani mengatakan: ini salah. Ini tidak boleh. Ini tidak boleh jadi biasa.

Pendidikan Kritis dan Kesadaran Sosial Sejak Dini

Sebagian orang tua takut anak-anak akan kehilangan rasa hormat jika diajari untuk berpikir kritis terhadap pemerintah. Tapi saya percaya, justru di situlah anak-anak belajar nilai tertinggi dari demokrasi dan kemanusiaan: bahwa ketaatan bukan kepada kekuasaan, tapi kepada kebenaran.

Ajarkan anak-anak untuk bertanya: kenapa bisa orang yang mencuri uang rakyat tidak dipenjara, tapi orang kecil yang mencuri makanan demi anaknya malah dibui? Kenapa kekayaan dan jabatan bisa membungkam keadilan?

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan untuk menumbuhkan kebencian, tapi untuk membangun kesadaran. Kita tidak ingin membesarkan generasi yang apatis. Kita ingin membesarkan generasi yang peduli, berani, dan cerdas membaca realitas.

Dari Kekecewaan Menuju Aksi: Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Saya tahu, banyak dari kita yang merasa lelah. Lelah berharap, lelah kecewa. Tapi kalau kita berhenti di sana, sistem yang rusak akan terus beranak pinak. Maka kita harus mulai bertindak, meski kecil, meski terasa tak berarti hari ini.

Bicaralah dengan anak-anak tentang realitas sosial. Jangan bungkam mereka dengan narasi "tidak usah ikut campur urusan politik." Justru mereka harus belajar dari sekarang agar tidak menjadi korban atau pelaku dari sistem yang rusak di masa depan.

Pilih tokoh-tokoh lokal yang bersih. Jangan menutup mata terhadap pilihan-pilihan yang ada. Setiap pemilihan umum adalah peluang meski kecil untuk  memilih yang lebih baik.

Dukung lembaga dan gerakan yang memerangi korupsi. Entah lewat donasi, edukasi, atau menyebarkan informasi yang kredibel.

Ajarkan anak-anak nilai tanggung jawab sejak dini. Berikan mereka pengalaman memegang amanah, menyelesaikan tugas dengan jujur, dan menghadapi konsekuensi dari kesalahan.

Bangun komunitas yang sadar nilai. Parenting yang kuat tidak bisa berjalan sendiri. Kita butuh dukungan dari keluarga lain, guru, komunitas keagamaan, dan lingkungan sekitar.

Harapan Itu Masih Ada, Selama Masih Ada yang Mau Mendidik dengan Hati

Saya menolak untuk menyerah pada pesimisme, meski rasa kecewa terhadap pemerintahan ini begitu dalam. Karena saya percaya: anak-anak kita tidak dilahirkan untuk menjadi korban dari sistem, mereka dilahirkan untuk memperbaikinya. Tapi itu hanya mungkin kalau mereka dibekali dengan nilai dan keteladanan sejak hari ini.

Jadi, meski kita kecewa dengan para pemimpin hari ini, jangan biarkan kekecewaan itu mengeras menjadi sinisme. Jadikan itu bahan bakar untuk mendidik lebih sungguh-sungguh. Karena perubahan besar selalu dimulai dari pendidikan kecil yang konsisten---dari meja makan, dari percakapan sebelum tidur, dari keputusan-keputusan jujur yang terlihat sepele tapi bermakna besar.

Negara mungkin gagal menjadi teladan. Tapi keluarga tidak boleh gagal. Kita adalah garis pertahanan terakhir. Dan semoga, kita juga menjadi titik awal dari perubahan yang sesungguhnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun