Mohon tunggu...
Karl ValentinoWilliam
Karl ValentinoWilliam Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Future entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Utang Pandemi, Mimpi Buruk bagi Pemerintah Selanjutnya?

19 Januari 2021   01:40 Diperbarui: 19 Januari 2021   01:47 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
forum.indonesiepagina.nl

Wabah virus Covid-19 membawa dampak yang sangat signifikan bagi perekonomian dunia.Tidak hanya negara-negara di Asia namun negara di Eropa dan bagian bumi lainnya ikut merasakan dampak yang disebabkan oleh wabah tersebut.Pada 2 Maret 2020, untuk pertama kalinya pemerintah mengumumkan dua kasus pasien positif Covid-19 di Indonesia. Namun, Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebutkan virus corona jenis SARS-CoV-2 sebagai penyebab Covid-19 itu sudah masuk ke Indonesia sejak awal Januari.Hanya saja, identifikasi kasus pertama pada awal Maret itu sudah merupakan transmisi lokal dan bukan penularan kasus impor.

Masuknya virus tersebut sangat mungkin terjadi melalui pintu-pintu gerbang di beberapa wilayah Indonesia. Sejak Januari saat virus corona jenis baru ini diumumkan dapat menular antar manusia, dan sudah menjajah di berbagai negara lain selain Wuhan di China. Pemerintah Indonesia tidak lantas langsung menutup akses penerbangan langsung dari dan ke Wuhan, yang ada di sekitar enam bandara. Antara lain Batam, Jakarta, Denpasar,Manado,Makassar.

Pemerintah Indonesia merasa sudah cukup melakukan langkah-langkah antisipasi. Antara lain menggunakan Health Alert Card atau Yellow Card, juga Thermal Scanner untuk mengecek suhu tubuh diatas 38,5 derajat Celsius di pintu masuk dan keluar RI. Alhasil, menurut Pandu, data laporan kumulatif kasus konfirmasi positif Covid-19 yang setiap hari ditemukan oleh pemerintah menunjukkan bahwa sejak Maret hingga April data grafik semakin meningkat signifikan di wilayah Sumatera Utara, Bali, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.

Grafik diatas menunjukkan trend peningkatan harian kasus covid-19.Pada bulan Maret,pemerintah akhirnya mengambil langkah tegas dengan melakukan PSBB bagi kota-kota di Indonesia.Jakarta sebagai ibukota Indonesia, telah menerapkan PSBB sejak awal pandemi Covid-19. PSBB diterapkan pertama kali pada 10 April, selang sebulan sejak dua kasus Covid-19 pertama ditemukan awal Maret.

Sejumlah fasilitas umum pun ditutup, kegiatan sekolah dan perkantoran dilakukan dari rumah, pembatasan transportasi, dan hanya mengizinkan 11 sektor untuk beroperasi selama PSBB.Berdasarkan Pergub 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB, 11 sektor itu adalah kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional, dan objek tertentu, serta kebutuhan sehari-hari.

Sesuai ketentuan Kementerian Kesehatan, penerapan PSBB berlaku selama 14 hari dan dapat diperpanjang atau diakhiri.Penerapan PSBB pertama itu berakhir pada 23 April 2020. Anies Baswedan,sebagai Gubernur DKI Jakarta,kemudian memperpanjang penerapan PSBB sebanyak dua kali yakni pada 24 April-22 Mei 2020 dan 24 Mei-4 Juni 2020. Usai perpanjangan PSBB berakhir, kebijakan berubah menjadi PSBB transisi.

Anies,mulai melonggarkan aktivitas dan membuka sejumlah fasilitas umum.Beberapa fasilitas umum seperti tempat wisata, pusat perbelanjaan, dan rumah ibadah diizinkan dibuka, perkantoran juga boleh beroperasi namun dengan kapasitas 50 persen.

PSBB transisi pertama kali diterapkan pada 5 Juni 2020. Anies kemudian beberapa kali memperpanjang penerapan PSBB transisi. Tercatat lima kali PSBB transisi diberlakukan dan berakhir pada 10 September.Namun di tengah penerapan PSBB transisi, kasus positif Covid-19 di ibu kota justru terus bertambah. Penambahan kasus per hari bahkan mencapai lebih dari 1.000 kasus.

Kebijakan Anies menerapkan PSBB transisi itu pun dikritik banyak pihak karena tak jelas.Berdasarkan data 9 September 2020, jumlah positif Covid-19 di Jakarta mencapai49.397 kasus. Jakarta sekaligus menjadi provinsi dengan angka tertinggi kasus positif di tingkat nasional, menyalip Jawa Timur yang sempat menjadi episentrum kasus Covid-19.Jumlah pasien yang meninggal di ibu kota pun juga terus meningkat.

Anies menyampaikan bahwa tingkat kematian pasien Covid-19 dalam kurun waktu Agustus-September berada dalam kondisi yang sangat tidak menggembirakan.

Jumlah lahan pemakaman pun semakin sedikit. Per hari, jumlah pasien yang meninggal terkait Covid-19 mencapai 30 orang.Untuk itu, Anies memilih kembali menerapkan PSBB total serupa di awal pandemi. Ia mengakui tak memiliki banyak pilihan selain menarik rem darurat sesegera mungkin.

Anies kembali membatasi aktivitas perkantoran, hanya mengizinkan 11 bidang usaha beroperasi, pembatasan lalu lintas dan pergerakan transportasi umum, pembatasan tempat hiburan, rekreasi, dan restoran, pemberlakuan kegiatan belajar di rumah, dan pembatasan tempat ibadah.

Hal tersebut sangat mempengaruhi perekonomian di Indonesia.Dengan terbatasnya segala kegiatan yang ada mengakibatkan banyaknya pelaku usaha yang gulung tikar dan mengakibatnya naiknya pengangguran di Indonesia.Terhitung sejak 24 November 2020 angka pengangguran di Indonesia mencapai angka 9,77 juta orang.Hal tersebut berdampak besar pada APBN Indonesia.Dengan melemahnya APBN pemerintah melakukan hutang yang cukup besar untuk membantu masyarakat dan merangsang daya beli masyarakat.Selain itu pemerintah melakukan hutang juga untuk membiayai segala kegiatan untuk menunjang kesehatan.Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memiliki alasan tegas dan jelas terkait dengan utang yang harus ditarik pemerintah di masa pandemi ini.

Menurutnya, dampak pandemi sangat menekan APBN karena penerimaan yang jatuh.Seperti diketahui, pemerintah melalui Perppu No.1 Tahun 2020, yang telah disahkan sebagai Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020, menaikkan batas defisit hingga 6,34 persen terhadap PDB atau setara dengan Rp 1.039,2 triliun.Dengan defisit ini, tentu pemerintah harus menambal - salah satunya- dengan utang.

Dari data Kemenkeu, total outstanding utang pemerintah pusat sampai September 2020 telah mencapai Rp5.756,87 triliun atau tembus di angka 36,41% dari produk domestik bruto (PDB).Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.Secara umum struktur utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) senilai Rp4.892,57 triliun. Komposisi kepemilikan SBN terdiri dari Rp3.629,04 triliun domestik dan valuta asing atau valas senilai Rp1.263,54 triliun.

Sementara itu, untuk utang dalam bentuk pinjaman sampai September 2020 telah mencapai Rp864,3 triliun. Penarikan utang dalam bentuk pinjaman ini didominasi oleh pinjaman asing baik yang sifatnya multilateral, bilateral maupun bank komersial dengan jumlah Rp852,97 triliun.Sedangkan, sisanya merupakan pinjaman yang ditarik oleh pemerintah dari dalam negeri senilai Rp11,32 triliun.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan terlalu tingginya utang pemerintah dapat berdampak terhadap berkurangnya kemampuan fiskal di masa depan. Hal ini dengan catatan pemerintah ingin menurunkan rasio di masa depan, mengingat rasio utang Indonesia saat ini masih dalam kategori aman.Ia beranggapan bahwa dampak alokasi-alokasi anggaran untuk di stimulus fiskal atau bangunan pada masa-masa mendatang itu pasti anggaran untuk kepentingan publik atau umum menurun terutama di belanja modal. Tapi ekspansi fiskal pada pemerintahan mendatang akan semakin terbatas kalau pemerintah konsisten ingin menurunkan utang.Terlalu tingginya utang pemerintah dinilai dapat membebani struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke depan.

 

Dengan tingginya hutang yang dilakukan Pemerintah pada saat pandemi ini,menjadikan hutang tersebut "PR"  yang besar bagi pemerintah selanjutnya.Menurut penuturan dari Direktur INDEF diatas,hutang tersebut akan mengakibatkan turunnya kemampuan fiskal pemerintah Indonesia di masa mendatang.Selain itu,hutang-hutang tersebut akan membebani APBN di tahun-tahun mendatang.Pemerintah selanjutnya akan "dihantui" oleh pembayaran pokok hutang dan bunga sampai dengan jatuh tempo.

Dengan demikian,Pemerintah pada periode selanjutnya harus dapat menemukan strategi yang jitu.Strategi tersebut diharapkan untuk dapat mendongkrak sumber pendapatan negara guna melunasi hutang tersebut dan dapat menganggkat keterpurukan APBN Indonesia kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun