Di tengah derasnya arus globalisasi, pesatnya perkembangan teknologi, serta perubahan sosial yang begitu cepat, Indonesia sebagai sebuah bangsa sedang menghadapi tantangan baru. Jika dahulu ancaman datang dalam bentuk nyata---seperti penjajahan atau perang fisik---maka hari ini ancamannya jauh lebih halus: disintegrasi sosial, polarisasi opini, radikalisme digital, hingga bencana yang tak terduga.
Di sinilah pentingnya kembali mengangkat makna bela negara, bukan sebagai konsep militeristik semata, tapi sebagai sikap hidup, gaya berpikir, dan tindakan keseharian. Inilah semangat yang ditekankan dalam Pendidikan Bela Negara, yang mencakup tiga hal utama:
- Wawasan kebangsaan dan nilai-nilai bela negara
- Analisis isu kontemporer
- Kesiapsiagaan bela negara
Mari kita bahas satu per satu dalam refleksi sederhana ini.
Wawasan Kebangsaan: Mengakar Kuat, Tidak Terombang-Ambing
Di era digital ini, pengaruh budaya luar mudah masuk. Identitas nasional pun kerap kali goyah. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sering hanya jadi jargon dalam upacara, bukan lagi nilai yang dihayati.
Padahal, wawasan kebangsaan adalah fondasi bela negara.
Bersikap jujur dalam pekerjaan, menghargai perbedaan, aktif dalam kegiatan sosial, serta menjaga kerukunan di lingkungan sekitar---semua itu bentuk bela negara berbasis nilai.
Wawasan kebangsaan bukan hafalan pasal, tapi soal menghayati dan mempraktikkan nilai hidup bersama sebagai satu bangsa.
Isu Kontemporer: Ancaman Tak Terlihat Tapi Nyata
Kita hidup di tengah banjir informasi. Setiap hari, ribuan konten berseliweran di layar ponsel. Sayangnya, tidak semuanya sehat. Hoaks, ujaran kebencian, polarisasi politik, dan propaganda digital kerap menyesatkan opini publik.
Bela negara kini juga berarti bijak bermedia sosial. Tidak menyebar hoaks, tidak terpancing provokasi, dan ikut serta menjaga ruang digital tetap sehat dan damai.