Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pernikahan Dini: Happily Ever After?

7 Januari 2023   19:53 Diperbarui: 15 Januari 2023   02:00 2207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan dini. (sumber: Unicef via kompas.com)

Perkawinan dini sering dikaitkan dengan kemiskinan. Hal ini berlaku dalam lingkup antar negara, di mana negara dengan PDB yang relatif rendah cenderung memiliki tingkat pernikahan dini yang lebih tinggi, maupun di lingkup dalam negeri. 

Rumah tangga dengan pendapatan relatif rendah cenderung memiliki tingkat pernikahan dini yang lebih tinggi.

Grafik 1. Persentase pernikahan dini menurut kuartil konsumsi (IFLS, 2014)
Grafik 1. Persentase pernikahan dini menurut kuartil konsumsi (IFLS, 2014)

Kita bisa melihat hubungan negatif yang antara konsumsi rumah tangga dan tingkat perkawinan dini. 

Hal ini mengimplikasikan bahwa prevalensi pernikahan dini akan menurun seiring dengan naiknya konsumsi rumah tangga per kapita, yang berkaitan juga dengan pendapatan mereka, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, dan untuk pria dan Wanita.

Reformasi Hukum Pernikahan: Sudahkah Cukup?

Pemerintah telah memulai langkah awal yang baik dengan membuat undang-undang untuk menaikkan usia pernikahan yang sah bagi perempuan dari 16 ke 19 tahun, sejalan dengan usia sah menikah bagi laki-laki. 

Namun, riset menunjukkan bahwa efek dari perubahan usia minimum yang sah untuk menikah tidak begitu efektif seperti yang mungkin dipikirkan orang (Bandiera et al, 2020).

Keluarga dapat memilih untuk tidak mematuhi hukum tersebut tanpa adanya sanksi yang tegas. Praktik umum di masyarakat untuk menikahi gadis hanya secara hukum agama---bukan hukum perdata---juga mengurangi ruang efektivitas kebijakan mengubah usia pernikahan yang sah dalam mempengaruhi perilaku mereka yang terikat kuat pada tradisi dan norma-norma sosial.

Karenanya, selain perubahan legislatif, insentif keuangan untuk mengurangi biaya pendidikan atau mekanisme pembayaran kompensasi kepada keluarga mungkin diperlukan untuk menciptakan kepatuhan. 

Meningkatkan kesadaran generasi muda tentang beban berat yang dihadapi oleh pasangan yang melakukan pernikahan dini juga dapat meningkatkan kepatuhan dengan membuat mereka menyadari bahwa manfaat dari pernikahan dini tidak mungkin lebih besar daripada biaya yang ditanggung dalam jangka panjang.

Salah satu kebijakan serupa yang sudah diterapkan di Indonesia adalah Keluarga Harapan (PKH), yakni program transfer tunai bersyarat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun