Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kemanusiaan di Tengah Budi dan Dendam pada Perspektif "Attack on Titan"

7 Mei 2021   19:04 Diperbarui: 12 Mei 2021   03:02 2176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Falco Grice (kanan) adalah sosok yang terlihat lemah, padahal sebetulnya adalah pemuda pemberani serta cukup kuat. (Tangkapan layar dari tayangan

Pada awal musim panas tahun 2015, pemerintah Tiongkok secara mendadak melarang sirkulasi dari 38 manga (komik/novel grafis yang dibuat dengan bahasa Jepang) dari seluruh wilayah Republik Rakyat Tiongkok, salah satunya adalah sebuah manga berjudul Attack on Titan. 

Media internasional meliput kejadian ini sebagai hal yang sudah biasa terjadi di Tiongkok, namun mereka tidak menyadari bahwa tindakan ini merupakan bentuk aksi balas dendam dari pemerintah Tiongkok atas tindakan pemerintah Jepang yang melaksanakan pembahasan undang-undang kerja sama militer dengan Amerika Serikat sepuluh  hari sebelumnya. 

Ironisnya, pemerintah Tiongkok tidak menyadari bahwa motif balas dendam di balik tindakan mereka secara kebetulan menyerupai premis dan motivasi utama alur cerita dalam manga Attack on Titan yang mereka sensor.

Attack on Titan sendiri merupakan serial manga tulisan Hajime Isayama yang menceritakan kisah karakter utamanya, Eren Yeager, yang hidup di dunia di mana manusia tinggal di dalam kota-kota yang dikelilingi oleh tiga tembok besar yang melindungi mereka dari humanoid raksasa pemakan manusia yang dikenal sebagai Titan. 

Titan yang menyebabkan kehancuran kampung halamannya dan kematian ibunya membulatkan tekad Eren Yeager untuk memusnahkan seluruh Titan di dunia dengan bergabung dengan militer negaranya.

Seiring berjalannya alur cerita, dikisahkan bahwa perseteruan antara umat manusia dan Titan ternyata memiliki latar belakang masa lalu berupa konflik antara bangsa Eren yang dikenal sebagai kaum Eldian dengan negara militeristik raksasa di seberang lautan yang bernama Marley. 

Dunia yang selama ini dikenal Eldian hanya sebatas tempat di balik tembok besar, ternyata terletak dalam suatu pulau yang berukuran relatif kecil terhadap keseluruhan dunia luar.

Menariknya, Attack on Titan menggambarkan suatu fenomena yang kerap terjadi di dunia masa kini, di mana negara yang berkonflik sering kali memulai suatu interaksi sosial disosiatif hanya karena alasan tidak rasional seperti kebencian terhadap suatu ras, dendam sejarah masa lalu, dan persepsi kerugian yang dialami salah satu pihak. 

Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan besar dari sisi analisis rasionalitas (Cai, 2020). Mengapa negara-negara yang relatif lebih besar (digambarkan oleh Marley) rela untuk mengeluarkan daya upaya mereka untuk menekan perkembangan negara yang relatif lebih kecil (digambarkan oleh Eldian) tanpa legitimasi rasionalitas?

Kalkulasi Tumpukan Budi dan Dendam

Kemanusiaan di Tengah Budi dan Dendam: Sebuah Perspektif dari Attack on Titan. (ilustrasi: @Kanopo_FEBUI)
Kemanusiaan di Tengah Budi dan Dendam: Sebuah Perspektif dari Attack on Titan. (ilustrasi: @Kanopo_FEBUI)

Interaksi antara kedua pihak dalam sebuah relasi internasional sering kali mencakup berbagai konteks, baik itu dalam konteks ekonomi (perdagangan internasional dan kerjasama investasi) maupun negosiasi sengketa (sengketa kepemilikan tanah dan kompensasi finansial). 

Namun, kesalahan terbesar yang dilakukan oleh kebanyakan pihak adalah menilai sebuah hubungan hanya berdasarkan nilai dari keuntungan yang masing-masing mereka dapatkan. Pemikiran ini bukan hanya suatu kesalahan, melainkan juga menyesatkan proses pengambilan keputusan.

Umat manusia pada hakikatnya berpikir bahwa hidup adalah suatu persaingan yang dijalankan tanpa henti dan akan selalu membandingkan dirinya dengan pihak lain. Demikian pula sifat ini digambarkan dengan komunitas yang dibuat oleh manusia, yaitu negara. 

Pemikiran bahwa negara yang bersaing di pentas terbuka dapat puas dengan keuntungan bersama adalah kenaifan dini. Peradaban demi peradaban telah membuktikan bahwa sumber daya yang terbatas memaksa setiap pihak untuk menjadi yang terbaik di hadapan panggung sejarah.

Keuntungan yang mereka dapatkan bukanlah menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan oleh suatu negara, melainkan keuntungan relatif dari interaksi yang mereka jalankan. Dengan kata lain, bagi manusia "siapa yang lebih diuntungkan" akan jauh lebih penting daripada "apa yang akan saya dapatkan". 

Hal ini menyebabkan analisis game theory dasar, yang  hanya didasarkan kepada apa yang akan didapatkan masing-masing pihak, menjadi salah. Kritik ini kemudian disampaikan oleh Joseph Grieco, seorang pakar hubungan internasional (Grieco, 1988).

Menurut Grieco, keuntungan kedua negara (negara 1 dan 2) digambarkan dengan fungsi utilitas dengan kepuasan masing-masing negara dilambangkan oleh u1 dan u2, sementara keuntungan yang mereka dapatkan adalah v1 dan v2. 

Maka, sesungguhnya u1 tidak akan sama dengan v1, dan u2 tidak akan sama dengan v2, alias keuntungan yang didapatkan dan kepuasan yang dirasakan oleh masing-masing negara tidaklah sama. (u1 v1), (u2 v2)

Oleh karena itu, Grieco menggambarkan hubungan antara keuntungan dan kepuasan antar negara dengan formula lain yaitu:

Formula Grieco
Formula Grieco
Di mana k1 dan k2 adalah sensitivitas yang dirasakan suatu negara apabila negara lawan mendapatkan keuntungan lebih. Secara ideal, keuntungan dan kepuasan yang dirasakan masing-masing negara akan sama apabila selisih keuntungan negara satu dengan yang lain adalah 0 atau v1=v2. 

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu negosiasi, pasti terdapat pihak yang mendapatkan keuntungan lebih besar meski selisihnya relatif kecil. 

Hal inilah yang menyebabkan meski selisih antara v1 dan v2 cukup kecil, tetapi apabila sensitivitas (k1 atau k2) yang dimiliki suatu negara cukup besar, hal ini akan menyebabkan kepuasan negara tersebut menjadi berkurang jauh karena mereka merasa bahwa lawannya lebih diuntungkan (Franzese et al., 1998).

Oleh sebab itu, sensitivitas yang dirasakan suatu negara apabila negara lawan mendapatkan keuntungan lebih (k) menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan suatu hubungan internasional. Sensitivitas ini dapat ditentukan bahkan hanya karena faktor remeh-temeh yang kita sebut sebagai 'budi dan dendam'. 

Di dalam Attack on Titan, faktor ini digambarkan oleh fakta historis atas penindasan yang pernah dilakukan Eldian terhadap Marley, sehingga meski Marley telah menjadi negara adikuasa, mereka tidak akan rela melihat Eldian mendapat keuntungan sekecil apapun.

Demikian pula dengan dunia kita saat ini. Sensitivitas akan sangat memengaruhi segala bentuk hubungan internasional, seperti pada perang dagang Amerika-Tiongkok yang dipengaruhi oleh fakta historis di mana Tiongkok sebagai negara berkembang merasa dirinya dahulu ditindas negara Barat. 

Di sisi lain, Amerika justru merasa bahwa Tiongkok bisa menjadi besar seperti hari ini berkat dukungan Amerika. 

Faktor sensitivitas ini juga memengaruhi banyak negosiasi lainnya di kancah internasional seperti konflik Israel-Palestina, negosiasi Brexit, krisis ekonomi Argentina-IMF, sengketa Pulau Senkaku/Diaoyu Dao antara Tiongkok-Jepang-Taiwan, dan perjanjian damai Eritrea-Ethiopia.

Pada hakikatnya, manusia bukanlah makhluk yang menentukan keputusan hanya karena keuntungan material semata, melainkan juga kepuasan batiniah mereka. 

Ironisnya, hal ini juga yang membuat kebanyakan hubungan internasional pada umumnya tidak pernah berhasil apabila hanya didasarkan kepada faktor masa kini. 

Kalkulasi 'budi dan dendam' di masa lalu akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan di masa kini. Pada hakikatnya, sifat manusia dengan negara tidak berbeda jauh. 

Negara bahkan akan lebih rela untuk menanggung kerugian minimum apabila hal tersebut berarti lawannya juga dirugikan daripada sama-sama diuntungkan tetapi lawannya mendapatkan keuntungan lebih besar dari dirinya (Kahneman, 1979).

Kendati demikian, memperhitungkan faktor remeh-temeh seperti 'budi dan dendam' adalah hal yang membuat manusia menjadi utuh. 

Pengambilan keputusan yang hanya mempertimbangkan aspek rasionalitas, bukan hanya membuat manusia menjadi kehilangan hakikat, melainkan juga kehilangan sisi kemanusiaan yang bangga atas hal-hal kecil yang ia rasakan, mulai dari emosi, kenangan, hingga warisan yang ditinggalkan generasi sebelumnya.

Kemanusiaan (?)

Baju tidak seperti yang lama, manusia tidak seperti yang baru, demikian pula dengan peradaban manusia yang telah mengalami jatuh bangun selama puluhan ribu tahun. 

Manusia berusaha, langit yang menentukan, perpecahan yang terjadi sejak awal semesta terwujud hanyalah hakikat dari kemanusiaan manusia itu sendiri yang tidak dapat diatur oleh diri sendiri. 

Kendati mengetahui kebencian dan utang budi yang terjadi dalam kehidupan tidak akan berakhir hingga penghujung zaman, manusia tetap berkukuh kepada sensitivitas pendiriannya dalam memperhitungkan 'budi dan dendam'. 

Ribuan pejabat dan pujangga telah berupaya menggambarkan esensi ini dalam berbagai karya, meski wujudnya masih seburam halimun.

Attack on Titan tidak lebih merupakan salah satu upaya manusia kontemporer untuk menangkap gambaran sifat manusia ke dalam konsumsi massa yang sesungguhnya tidak jauh berbeda dari dunia nyata. 

Ironisnya, kemanusiaan, 'budi dan dendam', serta interaksi yang mempengaruhinya hanyalah cara manusia untuk menorehkan jejaknya dalam kefanaan duniawi yang memaksa mereka mendedikasikan seluruh hati dan daya upayanya. Kita hanya dapat berharap. 

Semoga suatu ketika manusia dapat terbebas dari kekangan duniawi!

Diulas oleh:
Tantra Tanjaya
Staff Divisi Kajian
KANOPI FEB UI 2021
Unity in Development

Referensi:

  1. Author, N. (n.d.). China bans 'ATTACK On titan,' other popular Japanese anime from web. Retrieved May 07, 2021.
  2. Cai, F. (2020, September 12). Absolute and relative gains in the real world. Retrieved May 07, 2021.
  3. Franzese, Robert J. and Hiscox, Michael J., Bargains, Games, and Relative Gains: Positional Concerns and International Cooperation (1998). Harvard Center for International Affairs, April 1995, Available at SSRN.
  4. Grieco, J. (1988). Anarchy and the limits of cooperation: a realist critique of the newest liberal institutionalism. International Organization, 42(3), pp. 285-507.
  5. Kahneman, Daniel, et al. Econometrica (Vol. 47, No. 2 (Mar., 1979), pp. 263-292 (29 pages). Published By: The Econometric Society
  6. Snidal, D. (1991). Relative gains and the pattern of international cooperation. The American Political Science Review, 85(3), pp. 701-726.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun