Mohon tunggu...
Kanjeng Krisna
Kanjeng Krisna Mohon Tunggu... mahasiswa Universitas Brawiajaya

hobi saya menggambar dan memiliki kepribadian ceriah tetapi tetap tenang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tergesernya Ideologi Pancasila Dengan Ideologi Kapitalisme Dan Sifat Konsumerisme Saat Adanya Tren Baru di Era Digital

19 Juni 2025   13:00 Diperbarui: 19 Juni 2025   13:31 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera merah putih dengan logo pancasila sebagai ideologi (sumber gambar: nano.artikelmilitan.com)

Mari kita telusuri lebih jauh fenomena "kabur aja dulu" sebagai contoh yang menunjukkan tantangan Pancasila. Ketika tanatangan ini muncul dan menjadi tren, itu bukan sekadar candaan, tetapi mencerminkan rasa kecewa yang dirasakan secara bersama. Kekecewaan ini, jika tidak ditangani dengan serius, dapat mengikis kepercayaan pada Sila Keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan) dan Sila Kelima (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia). Yang mana berikut adalah dampaknya bagi sila keempat dan kelima, yaitu:

  • Kekecewaan Terhadap Situasi Ekonomi dan Keadilan Sosial (Sila Kelima): Yang mana banyak orang muda merasa bahwa masa depan mereka terkait dengan stabilitas keuangan terancam dan menghadapi tantangan dalam mendapatkan pekerjaan, atau merasakan beban akibat mahalnya biaya hidup. Ketika janji-janji keadilan sosial tidak terpenuhi dalam praktiknya, timbullah rasa frustrasi yang mendorong keinginan untuk "kabur". Sehingga mereka merasa sistem tidak berpihak kepada mereka, dan ini adalah benturan langsung dengan cita-cita keadilan sosial Pancasila.
  • Minimnya Keyakinan terhadap Pemerintah dan Representasi Politik (Sila Keempat): Dimana Fenomena "Kabur aja dulu" juga menunjukkan ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintahan dan jalannya proses politik. Yang mana jika generasi muda merasa suara mereka tidak didengar atau kebijakan yang dibuat tidak mencerminkan aspirasi rakyat, mereka cenderung menarik diri dari partisipasi aktif. Sehingga hal ini melemahkan semangat demokrasi berdasarkan musyawarah mufakat yang diamanatkan Pancasila. Ketika masyarakat, terutama kaum muda, yang memilih untuk tidak terlibat atau bahkan “meninggalkan” masalah, yang membuat partisipasi publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan menurun drastis.
  • Penurunan Semangat Kerjasama dan Pengaruh Pribadi (Sila Ketiga dan Kelima): Selain itu, sikap “kabur aja dulu” dapat dipahami sebagai perwujudan tumbuhnya individualisme. Yang mana daripada bersama-sama mencari solusi atau bergotong royong mengatasi masalah bangsa, sebagian masyarakat memilih untuk "menyelamatkan diri sendiri". Sehingga hal Ini berlawanan dengan semangat persatuan dan keadilan sosial yang menekankan kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.

Selain itu, fenomena yang ada sangat bervariasi, mulai dari pemahaman etika yang kurang, pengaruh dari lingkungan sosial, hingga pendidikan Pancasila yang belum tepat sasaran dan kurang memberikan inspirasi bagi generasi mendatang. Yang membuat pendidikan Pancasila di sekolah dan kampus seringkali dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan dan kurang aplikatif, sehingga tidak mampu menanamkan pemahaman mendalam dan menggerakkan hati untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut, menurut (Hastangka et al., 2019). Padahal, pemahaman yang kuat akan nilai-nilai Pancasila sejak dini dapat membentengi generasi muda dari dampak negatif globalisasi dan perubahan moral yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, menurut (Ramadhan & Najicha, 2023).

Upaya Penguatan Pancasila: Revitalisasi, Adaptasi, dan Merangkul Generasi "Kabur"

Oleh sebab itu, untuk menghadapi sejumlah tantangan ini, termasuk fenomena "kabur aja dulu", yaitu dengan usaha untuk memperkuat Pancasila menjadi suatu keharusan. Dimana penting untuk menghidupkan kembali makna Pancasila, yang berarti memberikan penafsiran baru agar sejalan dengan keadaan sekarang. Yang mana ini bukan berarti mengubah Pancasila, melainkan mengemasnya kembali agar lebih mudah dipahami dan diimplementasikan, serta mampu menjawab keresahan generasi muda. Dimana berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:

  • Reorientasi Pendidikan Pancasila: Pendidikan Pancasila tidak lagi bisa hanya berfokus pada hafalan atau teori semata. Yang mana model pembelajaran harus diubah menjadi lebih interaktif, partisipatif, dan berbasis kasus nyata, termasuk membahas fenomena sosial seperti "kabur aja dulu" dan mencari solusi penyelesaiannya. Dimana guru dan dosen, perlu menjadi fasilitator yang mampu mengaitkan nilai-nilai Pancasila dengan isu-isu kontemporer yang relevan dengan kehidupan siswa. Dimana kurikulum pendidikan juga perlu diperbarui untuk memasukkan isu-isu seperti literasi digital, etika bermedia sosial, dan penanggulangan radikalisme dalam bingkai Pancasila.
  • Peran Keluarga dan Lingkungan: Dimana menurut saya keluarga adalah benteng pertama dalam penanaman nilai-nilai Pancasila. Yang mana, orang tua memiliki peran krusial dalam memberikan contoh nyata pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti toleransi, musyawarah, gotong royong, dan kepedulian sosial. Mereka juga perlu menjadi pendengar yang baik bagi keresahan anak-anak muda, sehingga mereka tidak merasa perlu "kabur" dari lingkungan terdekat mereka. Selain itu dengan adanya lingkungan komunitas yang membantuan lembaga tradisional, organisasi pemuda, serta tokoh Masyarakat pun bisa mengambil peran penting dalam memulai berbagai kegiatan yang mendukung nilai-nilai Pancasila serta menyediakan lingkungan yang aman bagi generasi muda untuk mengungkapkan diri dan berpartisipasi.
  • Memanfaatkan Teknologi dan Media Sosial secara Positif: Dimana saat era digital, kita harus memandangnya sebagai peluang. Dimana konten yang memusatkan perhatian pada Pancasila, yang disajikan dengan cara yang inovatif dan menarik di platform media sosial, dapat lebih gampang menarik minat generasi muda. Yang mana dengan adanya kampanye daring yang mendorong dialog positif mengenai masalah kebangsaan, seperti video pendek, animasi, atau permainan edukasi yang secara halus menyisipkan nilai-nilai Pancasila, bisa menjadi sarana yang sangat efisien. yang membuat hal ini penting untuk menciptakan narasi bahwa bertahan dan berjuang bersama adalah bentuk nasionalisme yang lebih kuat daripada "kabur".
  • Penegakan Hukum dan Kebijakan yang Berlandaskan Pancasila: Penerapan Pancasila dalam pembuatan dan penegakan peraturan perundang-undangan harus menjadi prioritas. Dimana kasus Undang-Undang Cipta Kerja yang sempat menimbulkan kontroversi karena dinilai kurang mengakomodasi kepentingan masyarakat secara menyeluruh, menurut (Elizabeth, 2020) yang menjadi pelajaran. Yang mana semangat diskusi dan prinsip keadilan sosial, seharusnya selalu menjadi landasan bagi semua kebijakan publik. Yaitu dengan pemerintah yang perlu lebih berperan dalam menerapkan Pancasila di setiap kebijakan dan menjamin bahwa setiap tindakan dari aparat negara mencerminkan nilai-nilai mulia Pancasila, sehingga kepercayaan masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda, dapat dipulihkan.
  • Peran Tokoh Agama dan Masyarakat: Pancasila tidak bertentangan dengan agama, bahkan hubungan Pancasila dan agama adalah hubungan yang saling membutuhkan, menurut (Tsoraya et al., 2023). Karena agama berkontribusi pada peningkatan etika bangsa, sedangkan Pancasila memastikan bahwa kehidupan beragama dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pemimpin agama dan masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan pemahaman bahwa nilai-nilai agama dan nilai-nilai Pancasila sebenarnya saling mendukung, dan bukan saling menolak. Dimana hal ini sangat penting untuk melawan paham radikalisme yang sering kali mengonfrontasikan agama dengan Pancasila dan menawarkan narasi positif sebagai alternatif bagi mereka yang merasa tertarik untuk "melarikan diri" karena kurangnya harapan.

Sehingga, dapat di perjelas bahwa Pancasila adalah fondasi kokoh yang telah teruji dalam sejarah bangsa Indonesia. Yang mana saat di tengah derasnya arus perubahan, termasuk fenomena "kabur aja dulu" yang mencerminkan kekecewaan dan frustrasi, Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki kapasitas untuk tetap relevan dan menjadi pemersatu bangsa. Namun, hal ini tidak akan terjadi secara otomatis. Karena diperlukan upaya kolektif dan berkelanjutan dari seluruh elemen bangsa seperti: pemerintah, keluarga, institusi pendidikan, masyarakat, dan terutama generasi muda, untuk terus memahami, menghayati, dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Yang mana krisis identitas dan fenomena "kabur aja dulu" bukanlah tanda akhir dari segalanya, tetapi sebuah sinyal bagi kita semua untuk kembali menghidupkan Pancasila dan menjadikannya bukan hanya teori belaka, melainkan cara hidup yang menggambarkan kepribadian bangsa. Dimana keberanian sejati bukanlah meninggalkan masalah, melainkan hadir dan ikut menyelesaikannya. Yaitu dengan generasi muda yang tidak seharusnya hanya mengikuti tren yang ada, melainkan perlu menciptakan perubahan baru, seperti "awalilah dengan kehadiran", yang mana hal ini dapat mendorong sebuah keberanian untuk terus ada, bersuara, dan membangun masa depan dengan semangat Pancasila. Dengan demikian, jiwa nasionalisme akan senantiasa menyala, dan Pancasila akan terus menjadi bintang penuntun yang membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih adil, makmur, dan beradab.

Daftar Pustaka

Ashar, A. Al. (2021, October 25). Isu Radikalisme yang Bertentangan dengan Nilai-nilai Pancasila Halaman 1 - Kompasiana.com. Kompasiana.Com. https://www.kompasiana.com/alfianal-azhar7250/6176206206310e1f1260b632/isu-radikalisme-yang-bertentangan-dengan-nilai-nilai-pancasila

Elizabeth, V. (2020). MAKNA KETERBUKAAN DAN IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA. Perspektif Hukum, 22(1), 80–108. http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI

Hastangka, Armawi, A., & Kaelan. (2019). Dampak sosialisasi empat pilar MPR RI terhadap Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 16(2), 98–110.

Ibraham,  muhammad. (2025, March 18). “Kabur Aja Dulu”, Sekadar Tren atau Indikasi Niat? | Infobankberita. Inforbanknews. https://infobanknews.com/kabur-aja-dulu-sekadar-tren-atau-indikasi-niat/

Irwan, Akbar, A., Kamarudin, Mansur, Manan, & Ferdin. (2021). Penyuluhan Makna Nilai-Nilai Pancasila sebagai Perwujudan Integrasi Bangsa. Jurnal Abdidas, 2(3), 512–520. https://doi.org/10.31004/abdidas.v2i3.313

Pasha, S., Perdana, M. R., Nathania, K., & Khairunnisa, D. (2021). Upaya Mengatasi Krisis Identitas Nasional Generasi Z Di Masa Pandemi. Jurnal Kewarganegaraan, 5(2), 651–659. https://doi.org/10.31316/jk.v5i2.1937

Ramadhan, B. H., & Najicha, F. U. (2023). Peran Pancasila Dalam Membangkitkan Jiwa Nasionalisme. BORNEO Law Review, 7(2), 197–205.

sahabat pegadaian. (2024, April 2). Konsumerisme: Pengertian, Ciri, Dampak Negatif, & Contohnya. Sahabat Pegadaian. https://sahabat.pegadaian.co.id/artikel/keuangan/konsumerisme-adalah

Tsoraya, N. D., Asbari, M., & Santoso, G. (2023). Pancasila dan Agama: Telaah Singkat Pemikiran Yudi Latif. Jurnal Pendidikan Transformatif (JUPETRA), 2(1), 15–18. https://jisma.org/index.php/jisma/article/view/145/32

Voi.id. (2025, February 15). Tren Kabur Aja Dulu Viral, Bentuk Kekecewaan Kolektif Generasi Muda terhadap Kesemrawutan Negara. Voi.Id. https://voi.id/bernas/460403/tren-kabur-aja-dulu-viral-bentuk-kekecewaan-kolektif-generasi-muda-terhadap-kesemrawutan-negara

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun