Diriwayatkan oleh mayoritas mufassir bahwa ayat ini turun merespon ucapan delegasi Kristen Najran yang menyatakan bahwa pengagungan mereka terhadap ‘Isa as. adalah pengejewantahan dari cinta kepada Allah. Riwayat lain menyatakan bahwa ayat ini turun merespon ucapan sementara kaum muslimin yang mengaku cinta kepada Allah.
Orang yang mengaku dirinya cinta kepada Allah swt sebagaimana dikatakan Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Quran al-Adzhim, sedangkan perilakunya, tutur katanya, sikapnya dan sepak terjangnya bukan pada jalan yang telah dirintis oleh Nabi Muhammad Saw, sesungguhnya dia adalah orang yang dusta dalam pengakuannya. Sebagaimana tersebut dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa yang melakukan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk tuntunan kami, maka amalnya itu ditolak.
Sedangkan, Ibn ‘Arafah sebagaimana dikutip al-Qurtuby dalam al-Jami’ li Ahkam Al-Quran menjelaskan makna kecintaan dalam perspektif orang Arab. Kecintaan menurut orang Arab adalah melakukan sesuatu untuk menggapai apa yang diinginkan. Sedangkan al-Azhari memaknai kecintaan seorang hamba kepada Allah dan rasul-Nya dengan melakukan ketaatan kepada keduanya dan mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh keduanya (Allah dan Rasul-Nya). Adapun maksud kecintaan Allah kepada hamba-Nya adalah pemberian ampunan (maghfirah) kepada mereka.
Senada dengan al-Qurtuby, Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, mengemukakan maksud cinta Allah kepada hamba-Nya, oleh pakar-pakar al-Qur’an dan sunnah dipahami sebagai limpahan kebajikan dan anugerah-Nya. Anugerah Allah tidak terbatas, karena itu limpahan karunia-Nya pun tak terbatas (unlimited). Limpahan karunia-Nya Dia sesuaikan dengan kadar cinta manusia kepada-Nya. Namun, minimal adalah pengampunan dosa-dosa serta curahan rahmat.
Cinta dalam Pandangan Islam
Islam memurnikan cinta dengan lembut menyentuh hati manusia.
Seorang tokoh sufi yang sangat terkenal imam al-Ghazali dalam merespon masalah cinta ini mengatakan: "Cinta kepada Allah adalah puncak dari segala cinta. Cinta kepada-Nya adalah cinta yang hakiki dan abadi, sementara cinta kepada selain-Nya adalah cinta yang bersifat sementara dan fana."
Al-Jahizh dalam bukunya yang berjudul An-Nisa' (Perempuan), melukiskan cinta sebagai perasaan yang ditunjang oleh nalar. Ia jauh dari permainan.