Mohon tunggu...
Kang Rendra Agusta
Kang Rendra Agusta Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti Naskah Kuno

sedang belajar Filologi dan Epigrafi || Sraddha Institute Surakarta ||

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menjadi Suwarga Menuju Nirwana

18 Januari 2014   02:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:43 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Renung, 18 Januari 2014

peristiwa

"kemenyan lagi, dupa lagi, bunga setaman lagi. Kafir !!!"

ucapan tegas yang keluar dari mulut seorang saudagar muslim kaya, berjubah putih seperti Shaikh. Aroma minyak Kasturi melekat dari badan, kain, hingga membungkam ruangan di sekitarnya. Langkah tegap dan sombong berlalu begitu saja sembari becak melaju melingkar alun-alun.

Dari balik kaca mobil Avansa silver, dengan kalung rosario tergantung di kaca depan, perempuan berkacamata tebal, rambut sebahu, ia bersanding dengan koper gitar classic berguman.

" teroris ! kerjaannya sok suci dan menganggap dirinya paling benar "


lelaki tua Jawa, dengan surjan lusuh berwarna coklat hitam, melintas di dekat mobil itu. cibirnya

" ndelalah, Kompeni !!! kemayune ramekakat"

pandangan

Mata manusia mulai berkelana ke setiap sudut mata manusia yang lain. Ada banyak kejadian yang dipilih oleh setiap manusia. Keputusan untuk terus "hidup" atau "mati" misalnya. Menjalani hidup dengan kematian ide, olah raga rasa dan cipta. Menjalani kematian semangat, dendam masa lalu atau mati raga "memilih menyalahkan diri sendiri atas keadaan yang ada". Bahkan hanya sedikit yang menghidupi jalan hidupnya dengan kehidupan yang "lebih dari sekedar-nya".

pilihan

manusia tak bisa memilih di keluarga mana ia dilahirkan. Seperti kisah pewayangan, ada banyak manusia yang lahir istimewa dan setiap kelahiran membawa jalan istimewa. lalu kehidupannya penuh pilihan. memilih pasangan hidup hingga memilih "jalan kembali".

jalan kembali

suatu pagi yang santai di sekolah dasar yang menghadapa teluk Ambon. teluk yang dilewati kapal feri penyeberangan tiap hari-nya.

ada seorang siswa kristiani yang datang kepada Mama guru dan bertanya.

" mama, beta mau bertanya. Apakah kita diciptakan oleh Tuhan yang sama? " ucap anak siswa itu

lalu Mama guru menjawab dengan bijak.

"kalau kita hidup di dunia yang sama sekarang ini, tentunya kita dulu diciptakan Tuhan yang sama"

anak manis itu kembali kepada rekannya, dengan tawa girang ia bercerita jawaban Mama guru tadi. sejenak kemudian, siswa satunya yang beragama muslim juga mendekati Mama guru.

"Mama, kalau kita hidup di dunia yang sama, apakah kalau mati kita juga akan bersama-sama?"

Mama guru tersenyum.

" Adik, kalau kita hidup di dunia yang sama tentunya kita akan berkumpul di surga yang sama"

Anak tadi kemudian berlari kegirangan memeluk rekannya dan berkata dengan ceria.

" Yeee, kita akan ada bertemu kembali nanti "

kunci

menjadi Suwarga (su berarti baik, warga berarti makluk, bagian dari ciptaan.Sunskrit)

Habluminallah Habluminannas, Hukum Kasih, Tri Hita Karana dan kerarifan lainnya.

surga

surga itu keadaan sederhana dan damai seolah tak ada nafsu rasa karsa lagi, (Nir dalam bahasa Sunskrit).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun