Saya memilih review  judul ini karena topik tentang pandangan tokoh agama terhadap istri pencari nafkah sangat relevan dengan kondisi sosial saat ini. Fenomena perempuan bekerja semakin umum, dan penting untuk memahami bagaimana pandangan agama dan ketentuan hukum Islam terkait hal ini.
Saya tertarik untuk mengetahui bagaimana tokoh agama menafsirkan masalah ini dan relevansinya dengan KHI, sehingga dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi masyarakat dan pengembangan ilmu keagamaan.
Dengan memilih judul ini, saya berharap dapat memberikan wawasan yang bermanfaat baik dari aspek keagamaan, hukum, maupun sosial, serta membantu memperkaya diskusi tentang hak dan kewajiban perempuan dalam keluarga sesuai perspektif Islam.
Pembahasan Hasil ReviewÂ
Hasil dari review saya yaitu Berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur dalam penelitian ini, tokoh agama dari NU dan Muhammadiyah memiliki pandangan yang mendukung dan membuka ruang bagi istri untuk bekerja mencari nafkah, dengan catatan mengikuti norma dan etika agama.
1. Tokoh NU (Nahdlatul Ulama):
Menegaskan bahwa kewajiban utama menafkahi adalah tanggung jawab suami, sebagaimana ditegaskan dalam Surah An-Nisa ayat 34 dan interpretasi ulama bahwa laki-laki sebagai kepala keluarga harus memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun, tokoh NU memperbolehkan istri untuk bekerja apabila suami tidak mampu menafkahi, selama istri tetap menjaga norma tradisional dan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai istri dan ibu.
Lebih jauh, mereka menekankan bahwa bekerja adalah hak dan pilihan yang diperbolehkan selama tidak melanggar aturan agama dan didasari izin dan ridha suami.
2. Tokoh Muhammadiyah:
Menampilkan pandangan yang lebih progresif dan menekankan bahwa perempuan memiliki hak untuk aktif secara ekonomi dan sosial, termasuk bekerja di luar rumah.