Mohon tunggu...
MUHAMMAD ZULMI WIJIYANTO
MUHAMMAD ZULMI WIJIYANTO Mohon Tunggu... Programmer - Bukan Mahasiswa Fakultas Politik

Hi Everyone, aku adalah user berijiwa tenang, rivalku adalah diri sendiri. Mari kita taklukan dunia maya hingga berdampak ke dunia nyata

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pelanggaran HAM, Pendekatan Behavioristik di Perkaderan Organisasi Mahasiswa

19 Januari 2022   15:35 Diperbarui: 19 Januari 2022   23:51 1791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Junior dan Senior

Dari kita di lahirkan setiap orang memiliki hak yang mutlak dalam dirinya. Hak tersebut ialah HAM atau yang sering kita dengar dengan kata Hak Asasi Manusia. HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada setiap individu sebagai manusia yang merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh hukum yang ada. Seperangkat hak yang dimaksud disini yaitu melingkupi hak untuk bebas mengemukakan pendapat, hak hidup, hak atas keamanan, hak untuk tidak diganggu, hak untuk bebas dari perbudakan dan pengahambaan, hak bebas dari penyiksaan, dan hak lain yang memberikan kebebasan sehingga dapat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Dan menurut UU Nomor 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk tuhan Yang Maha Esa.

Dalam kasus dilapangan sering terjadi pelanggaran di dalamnya. Pelanggaran HAM merupakan suatu tindakan yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan hak asasi manusia yang di miliki oleh individu atau kelompok yang di lakukan oleh individu atau kelompok lain. Pelanggaran ham dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Contoh penyebab dari faktor internal yaitu tingginya sifat egois yang memetingkan kepentingan pribadi, rendah rasa empati, rendahnya toleransi, keinginan balas dendam dan rendahnya pemahaman tentang penting HAM. Kemudian terdapat faktor ekternal yang mempengaruhi pelanggaran HAM seperti penyalahgunaan kekuasaan, kesenjangan ekonomi, aparat penegak hukum yang tidak tegas, penyalahgunaan teknologi dan masalah ekonomi.

Dilingkungan kampus biasanya pelanggaran HAM yang terjadi di faktor internal yang masih menjungjung tinggi nilai budaya senioritas yang cukup kental, biasanya terjadi ketika orientasi kampus atau pengkaderan di organisasi mahasiswa. Mengambil study kasus yang terjadi dan viral beberapa tahun lalu yaitu ospek di salah satu perguruan tinggi di indonesia yang terbukti melalukan kekerasan secara verbal, ternyata dengan ospek daring pun belum mengikisnya praktik intimidasi senior ke junior. Dan budaya itu sudah mengakar turun temurun di berbagai kampus yang masih mengedepankan senioritas. Atau kekerasan di pengkaderan organisasi yang dimana penyelenggara masih dengan metode sama seperti sebelum-sebelumnya, dengan kekerasan verbal, kepala di gunduli, dan lain-lain dengan berdalih melatih mental, tingkah laku dari prosesnya sebuah pengkaderan. Kekerasan saat ospek terbukti susah dihentikan.

Ospek sudah belangsung sejak indonesia belum merdeka, mantan mentri luar negeri Mr. Mohammad Roem pernah mengisahkan soal ospek yang ia alami di STOVIA. Kala itu, ospek tak boleh melakukan pengundulan. Namun ospek dengan intensi memperalukan siswa baru dimulai saat masa penduduk jepang, saat itu para siswa baru digunduli atau yang di sebut sekarang "pelonco". Tindakan tersebut sempat ditolak pelajar bumiputera.

Dan sekarang di pakai pengkaderan organisasi mahasiswa juga seakan-akan metode itu menjadi seperti SOP atau Standard Operating Procedure. Kedua sistem pendidikan di indonesia menganut pendekatan Behavioristik yang mengutamakan perubahan prilaku akibat stimulus-respons. Sayangnya masih gagal paham perpeloncoan dapat dianggap stimulus mengubah prilaku mahasiswa.

Sedangkan diera sekarang dengan metode tersebut sudah tidak relevan di dunia pendidikan, sekarang sudah seharusnya mengedepankan kolaborasi, pendekatan yang mendorong kemandirian dan kemerdekaan terhadap mahasiswa.

Mengutip dari dosen psikologi Universitas Gajah Mada Novita Poespita Candra,

"Beri ruang-ruang kemerderkaan untuk setiap siswa mengisi atau menemukan dirinya, kalaupun misal belum [mau] mengubah kurikulum. Penciptaan ekosistem itu yang paling utama dalam perubahan paradigma."

Maka dari itu sudah waktunya meninggalkan budaya-budaya yang konservatif, jika tetap itu mengakar hanya akan menimbulkan keinginan balas dendam ke generasi berikutnya yang di padukan dengan tingginya sifat egois terhadap kepentingan pribadi, dan sudah masuk kedalam pelanggaran Hak Asasi Manusia. Si korban akan mendapatkan merasa adanya perbudakan, penyiksaan dan keamanan yang tidak nyaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun