Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Berjualan Kuliner Harus Menjaga Penampilan

22 Agustus 2018   21:29 Diperbarui: 23 Agustus 2018   18:04 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: marylaymon.usednetbooks.com

Berjualan kuliner atau makanan harus menjaga penampilan. Penampilan penjual menjadi faktor penting makanan itu diminati pembeli, di samping rasa dan kebersihan tempat berjualan.

Pagi kemarin (21/08/2018) saya dengan anak (berusia 3 tahun) jalan keliling kampung naik sepeda motor, di tengah perjalanan anak menunjuk penjual roti goreng dan minta beli.

Sepeda saya putar balik untuk menghampiri penjual, tapi saya tidak jadi mampir membeli. Saya lewati saja setelah melihat penjualnya. Penjual roti goreng itu sekitar 30 tahunan, ada anting di telinga sebelah kirinya.

Penjual makanan termasuk roti goreng mengolah adonan roti di rumah. Pembeli tidak tahu proses pengolahan di rumahnya. Saya sebagai konsumen mempunyai standar minimal makanan yang akan saya beli. Jika seorang penjual makanan tidak memperhatikan penampilannya, saya beranggapan mereka juga tidak memperhatikan makanan yang di jualnya. kebersihan, kualitas bahan dan rasa.

Teringat seorang teman bercerita, dia pernah memegang pemasaran sebuah roti di Malang. Dia harus membayar puluhan juta untuk mendapatkan hak memasarkan. Roti yang dia jual sangatlah laris, keuntungan berlipat-lipat. pada suatu hari dia berkunjung ke pabrik roti itu untuk melihat-lihat proses produksi. 

Alangkah kagetnya dia, ketika melihat proses produksinya, telur-telur busuk dan telur yang menempel kotoran ayam di masukkan ke dalam mesin pengaduk adonan roti. Kaget. Ternyata produksinya tidak menjaga kebersihan. Setelah melihat proses produksi roti itu dia pun memutuskan untuk tidak meneruskan memasarkan roti tersebut.

Berjualan makanan tidak cukup dengan modal semangat. Harus dengan strategi-strategi khusus. Berjualan dengan memanfaatkan media sosial sangatlah bagus. Dengan itu kesan sebagai makanan berkualitas terangkat.

Di sekitar tempat Wisata Mendit Pakis saya mendapati orang yang berjualan es dawet memakai gerobak dorong, 2 orang. Mobilitasnya sangat jauh dan cepat. 1 orang yang lebih muda bagian mendorong yang satunya membunyikan bebunyian sambil teriak.. dawet.. dawet..

Kasihan sebenarnya melihat mereka berjualan dengan cara itu. Tampilannya kurang meyakinkan orang untuk membeli. Peluh seringkali membasahi pakaiannya. Sandal jepit tipis menjadi alas kakinya. Saya sempat membuntuti penjual es dawet ini, penasaran adakah orang yang membeli. Di sepanjang jalan saya membuntuti tidak menjumpai orang membeli.

Menurut penulis untuk berjualan dawet cukup di tempat saja, perbaiki penampilan rombong. Perbaiki penampilan berjualan. Seperti seorang kawan di Nganjuk, berjualan es dawet dengan tampilan yang bersih. Rutin mem-branding di media sosial. Dengan memposting foto anak muda sebagai konsumen dawetnya. Kini, rumah dan mobil terparkir di garasi rumahnya, hasil berjualan dawet ala pemuda milenial.

Dengan penampilan penjual serta tampilan tempat berjualan yang bagus akan mengerek makanan yang di jual menjadi makanan mahal. Tentang ini penulis teringat penjual pecel di Kota Malang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun