MOHAMMAD ABDUH
(1849 M - 1905 M / 1265 H -- 1321 H)
Pendahuluan
Pemikiran modern dalam Islam muncul dikalangan umat Islam dipenghujung abad ke-18 dan awal abad ke-19 M. Dimana para pemikir Islam tersebut menaruh perhatian kepada kebangkitan umat Islam setelah mengalami masa kemunduran dalam berbagai aspek. Lahirnya pemikiran modern dalam Islam ini dilatarbelakangi oleh dua factor, yaitu factor eksternal berupa imperialisme Barat dan hubungan kontak langsung antara Barat dengan Islam, sedangkan factor internalnya meliputi kemunduran umat Islam itu sendiri.
Pemikiran modern dalam Islam disini dapat diartikan sebagai pembaharuan yang mengandung istilah gerakan dan reformasi terhadap ajaran-ajaran Islam yang tidak seasuai dengan al Quran dan al Hadith, mengadakan perombakan social umat Islam yang keterbelakang melalui berbagai bidang (misalnya melalui bidang pendidikan) kemudian membawanya untuk mencapai sebuah kemajuan sesuai tuntutan zaman.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai salah satu tokoh pemikir modern dalam Islam di Mesir, yaitu Muhammad Abduh
Riwayat hidup dan perjuangan Mohammad Abduh (1849 -- 1905 M / 1265 -- 1321 H)
Muhammad Abduh adalah salah satu tokoh pembaharu Islam di Mesir, yang dilahirkan pada tahun 1849 M di Manhallat Nash di sebuah dusun dekat delta sungai Nil, provinsi Gharbiah Hilir, Mesir.[1] Ayahnya, Abduh Hasan Khairullah adalah seorang keturunan Turki yang telah lama menetap di Mesir. Sedangkan ibunya, adalah seorang keturunan Arab.Â
Pendidikan dasar Abduh ditangani langsung oleh ayahnya. Ia diajari membaca dan menulis serta ilmu-ilmu keislaman. Selanjutnya, M. Abduh belajar  menghafal al Quran, dan dalam waktu dua tahun ia berhasil menghafal al Quran dengan sempurna. Pada usia 15 tahun ia dikirim oleh ayahnya ke Madrasah al Ahmadi di Thanta untuk belajar ilmu Agama, seperti bahasa Arab, nahwu sharf, dan fiqh. Dikarenakan metode yang dikembangkan dalam madrasah tersebut membosankan, yakni sang guru hanya menanamkan suatu ilmu tanpa ada pengertian apakah yang diajarkan paham atau tidak, [2] akhirnya Muhammad Abduh meninggalkan sekolah ini dan kembali pulang ke kampung halamannya.
Setahun sekembalinya ia dari Thanta, tepatnya pada umur 16 tahun, Abduh dinikahkan oleh ayahnya. Meski begitu, ayahnya tetap menginginkan Muhammad Abduh untuk melanjutkan belajarnya. Abduh tidak bisa menolak perintah ayahnya. Tetapi ia tidak berangkat ke Thanta, hal ini dikarenakan ia sudah frustasi dengan metode belajar seperti itu. Muhammad Abduh berangkat Kanisah Urin, tempat tinggal keluarga ayahnya. Disini ia bertemu dengan pamannya, Syeikh Darwisy, yang nantinya akan mengubah hidupnya dari seorang yang frustasi pada sekolah menjadi seorang yang haus akan ilmu.
Syeikh Darwisy mengajak Abduh untuk berdiskusi terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul, menelaah kitab-kitab, lalu menguraikan apa maksudnya. Dengan cara begitu Muhammad Abduh merasa terpuaskan, karena ia dapat menyampaikan hal-hal yang menjadi pemikirannya dan memeperoleh jawabannya.