Aku mendengar, kerumunan itu, membicarakan suami-suami mereka. Ada yang berjilbab merah, gaunnya glamor, perhiasan emas menempel di beberapa bagian tubuhnya. Mulutnya terus membuka, menceritakan tentang suaminya. Yang selalu menuruti keinginannya. Jika tidak, dia mengancam, tidak mau tidur seranjang dengan suaminya. Lantas, kerumunan itu sontak tertawa terbahak-bahak.
Tak kalah, yang bergaun merah, tampak bahenol sekali. Gaun yang dia pakai, semakin memperlihatkan bagian tubuhnya yang berukuran extra large. Betisnya, segede kaki gajah bengkak, dan dadanya menonjol sebesar buah kelapa. Mungkin juga kelapa kopyor.
Nyerocos tidak karuan. Dari bibirnya yang sangat tebal dan merah kehitaman, terus menganga, nampak basah oleh baluran air liurnya. Tanpa rasa canggung, dia berseloroh, suaminya sering kewalahan mengatasi dirinya, saat di atas ranjang. Lagi-lagi, kerumunan itu nampak riuh. Mulut mereka sempat-sempatnya tertawa, padahal ada sumpalan pastel di dalamnya.
Sebenarnya kerumunan itu tak banyak. Kurang dari sepuluh orang. Namun seloroh dan tawa mereka, seperti sedang berkumpul ratusan orang yang semua mulutnya di buka, dan diberi pengeras suara.
Seorang di antaranya, berkemeja kotak-kotak warna merah dengan setelan jeans ketat dan kacamata yang menempel di atas kepalanya, tangannya melambai kepadaku. "Mbak .... Mbak."
Aku langsung berjalan mendekat ke arahnya. "Ada yang bisa saya bantu Mbak."
"Oh iya, tolong dong Mbak, Kami difotokan." Dia memberikan handphonnya kepadaku.
"Siap Mbak." Jawabku.
Tak lama, kerumunan itu langsung berbaris. Entahlah, dapat ilmu dari mana mereka itu. Mulut mereka di moncong-moncongkan. Yang kelebihan berat badan, posenya memiring. Kaki sebelah kanan di silangkan dengan di tekuk sedikit. Mereka semua memang cantik-cantik.
"Kasih aba-aba ya Mbak." Kata salah satu dari mereka kepadaku.
"Iya, Siap Mbak." Jawabku.