Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Bagian X: Pertemuan Kembali Yusuf dengan Saudara-saudaranya

23 November 2020   09:41 Diperbarui: 23 November 2020   10:21 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar Al-Qur'an (Unsplash, edited)

Berbagai bentuk perilaku sabar yang senantiasa ia pertahankan saat menerima berbagai kezaliman inilah yang kemudian akan membentuk kebesaran hati bagi mereka sehingga begitu mudahnya mereka memaafkan kesalahan orang lain dan tak ada niatan lagi untuk membalasnya, misalnya dengan cara mencari-cari aib mereka, mencelanya di tengah khalayak, atau membalas dengan keburukan yang sama.

Mereka tidak bersikap aji mumpung dengan menonjolkan sebuah pemahaman bahwa balasan atas sebuah keburukan adalah dengan keburukan yang serupa, meskipun hal itu mungkin saja pada keadaan tertentu dapat dibenarkan dari sudut pandang keadilan. 

Mereka tidak melakukan hal yang demikian sebab mereka lebih mengutamakan balasan lain yang lebih mulia, yakni kebesaran hati untuk membalas keburukan itu dengan sikap yang bijak (selama hal itu tidak membahayakan mereka), yakni dengan memberi maaf pada mereka dan memberi nasihat dengan cara yang bijak. 

Mereka mampu melakukan hal ini sebab mereka berkeyakinan bahwa bisa jadi dengan kerelaan hati untuk memaafkan kesalahan orang lain dan ketelatenan untuk menasihati mereka, bukan tidak mungkin jika hal tersebut kelak justru akan membawa mereka pada perubahan sikap yang semakin baik. 

Mereka yang telah mendapatkan keteladanan akhlak yang mulia dari orang lain sebelumnya, yakni berupa pemaafaan, akan sangat mungkin jika hal ini kelak akan menjadi inspirasi kebaikan bagi mereka yang telah berbuat zalim itu, sebab mereka menjadi lebih paham mengenai indahnya perilaku yang luhur itu untuk ketenteraman hidup mereka.

Sehingga dengan berbekal pemberian maaf dan sikap yang bijak pada diri seseorang atas seorang yang telah menzaliminya ini, bisa jadi hal demikian akan menjadi pintu hidayah atas perilaku mereka, sehingga mereka akan berusaha untuk menirunya dan menghindari berbagai perilaku buruk itu di masa berikutnya. 

Penulis kira inilah hikmah yang dapat kita ambil pada tulisan kali ini. Bagaimanakah kelanjutan kisah dari Nabi Yusuf setelah beliau bertemu saudara-saudaranya itu? Akankah saudara-saudaranya itu akan memenuhi permintaan Yusuf untuk mengajak serta saudaranya yang lain, yakni Bunyamin, saat hendak mengambil bahan makanan kelak? Insyaallah cerita ini akan penulis lanjutkan pada tulisan berikutnya. (*)

Referensi:

QS Yusuf: 58-62; Tafsir web. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun