Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Utang Bebas Riba, Bisakah?

13 Agustus 2020   16:20 Diperbarui: 13 Agustus 2020   19:26 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Unsplash

Pertama. Nilai riil mata uang cenderung turun dari waktu ke waktu, terutama jika kita membandingkan nilai mata uang rupiah terhadap valuasi dolar. Dengan adanya penurunan nilai mata uang rupiah ini, pada akhirnya beberapa lembaga keuangan membuat kebijakan proteksi aset likuid mereka, yakni uang, dengan cara menetapkan tarif bunga. 

Mereka akan membebankan bunga kredit kepada pihak peminjam agar nilai uang atau aset lancar mereka itu tidak tergerus oleh penguatan nilai dolar. Dan jika ada margin yang lebih tinggi pada bunga kredit itu dibandingkan dengan persentase penguatan nilai dolarnya, maka itulah keuntungan operasional yang akan diperoleh lembaga keuangan. 

Kedua. Hampir tidak ada satu pun makhluk di dunia ini yang dapat melepaskan diri dari uang, kecuali, mungkin, seorang zuhud yang melepaskan diri sepenuhnya dari ikatan dunia. 

Pada dasarnya, uang merupakan komoditas yang dikeluarkan oleh pihak bank untuk mempermudah transaksi perekonomian. Dan kita pun tahu bahwa pihak bank memiliki kebijakan dalam menerapkan bunga, margin, atau nisbah atas pinjaman yang mereka berikan pada nasabah. 

Dengan demikian, uang yang notabene-nya merupakan produk dari bank sentral ini merupakan sebuah komoditas yang akan akrab dengan bunga dan potensi riba. 

Kemudian, pertanyaan penegas dari kelompok kedua ini adalah, apakah ini berarti bahwa siapa saja yang menggunakan uang akan selamat dari stigma sebagai pengguna produk ribawi? 

Tentu saja, jawabannya adalah sulit dan bahkan tidak mungkin, sebab uang merupakan komoditas teramat penting peranannya untuk mempermudah transaksi antar pihak yang melakukan kegiatan perekonomian. Lantaran keberterimaannya di kalangan masyarakat luas pada wilayah tertentu. Sehingga, dari alasan inilah, penggunaan uang masih diperbolehkan dalam ajaran agama sebab ia memiliki peran penting untuk mempermudah transaksi perekonomian masyarakat, meski jika ditelusuri lebih lanjut, bisa saja akan 'berbau' ribawi.

Dan, jika kita melihat lebih jauh lagi, dengan adanya utang negara kita pada lembaga keuangan internasional, tentunya kita juga akan mendapati bahwa pihak ini tidak dapat melepaskan persentuhannya dengan bunga. Kecuali, jika negara kita meminjam dana pada lembaga keuangan yang telah menghapuskan sistem bunga. Namun, sejauh ini apakah benar lembaga keuangan semacam itu sudah ada? 

Dan, jika ditelusuri lebih lanjut, hal itu kemungkinan masih akan sulit terjadi, entah sampai berapa lama masanya. 

Ketiga. Adanya pola pikir masyarakat yang cenderung beragam. Seperti, menganggap bunga sebagai upaya untuk melindungi nilai mata uang agar tidak tergerus oleh laju inflasi, meskipun kita pun tahu bahwa nilai bunga seringkali kebablasan atau sengaja dibablaskan. Dan dari kebablasan itulah yang akan menjadi ladang keuntungan pada pihak tertentu, misalnya, rentenir dan lembaga keuangan. 

Jika ada dasar perhitungan yang logis, realistis, dan transparan dengan mengacu faktor inflasi, saya kira tidak mengapa ada perubahan atau penambahan atas nilai pinjaman, sebab nilai mata uang pun juga memiliki kecenderungan yang kian melemah dari waktu ke waktu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun