Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Distrik Seget, Potret Wilayah dalam Status Quo

12 Agustus 2012   17:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:53 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu penulis berkesempatan mengunjungi Distrik Seget, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Distrik adalah sebutan untuk pemerintahan setingkat kecamatan di Papua. Lokasinya berada sekitar 50 km dari Kota Sorong ke arah selatan. Untuk menjangkaunya, Penulis menggunakan mobil rental dengan biaya 1,2 juta sehari untuk perjalanan bolak balik.

[caption id="attachment_206401" align="alignnone" width="300" caption="Lokasi Distrik Seget, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat"][/caption]

Daerah itu merupakan kawasan konsesi PT. Petrochina, sebuah perusahaan pertambangan asing yang sudah berada di kawasan itu sejak tahun 1971, sehingga setiap mobil yang akan melalui kawasan tersebut mendapat surat ijin masuk dari perusahaan tersebut. Selama melewati kawasan tersebut, ada tiga pos penjagaan dimana setiap kendaraan harus melapor dan meninggalkan copian surat ijin tersebut.

Yang jadi pertanyaan bagi penulis  adalah mengapa ada pemukiman di dalam wilayah konsesi perusahaan? apakah masyarakat tetap mendapat hak penuh sebagai warga negara yang merdeka, jika untuk masuk saja harus mendapat izin dari Petrochina yang notabene bukan pemerintah?.

Kenyataannya bahwa keterisolasian itu membuat infrastruktur di kawasan itu sulit berkembang. Untuk air bersih saja mereka hanya mengandalkan air hujan untuk minum, sementara air sumur hanya bisa dipakai untuk mencuci karena warnanya hampir coklat karena pengaruh adanya hutan sagu. Apalagi sejak beroperasinya perusahaan itu 40 tahun lalu, di laut mereka hanya ada ikan dasar saja, sehingga untuk mencari ikan mereka harus melaut sejauh 4 atau 5 mil ke tengah laut.  Menurut masyarakat, ikan-ikan permukaan sudah tidak ada lagi karena air laut sekitar itu sudah tercemar.

Menurut Pak Distrik (camat), M. Pangala, memang wilayahnya berada dalam kawasan konsesi PT. Petrochina sehingga akses transportasi ke wilayah lain sangat terbatas. Untuk transportasi masyarakat hanya tersedia beberapa mobil travel dan dua bis kecil yang izin masuknya diurus kecamatan secara bulanan. Adapun ongkos perjalanannya untuk angkutan umum tersebut adalah 50 ribu per orang, Jika menggunakan angkutan tersebut, sehari paling hanya dapat menempuh 1 trip saja tidak bisa bolak-balik.

[caption id="attachment_206402" align="alignnone" width="300" caption="Penulis dengan Pak Camat M. Pangala dan penduduk Distrik Seget, Kamis 9 Agustus 2012. Photo:Dokumen Pribadi"]

13447920091211046430
13447920091211046430
[/caption] Dengan keterbatasan akses tersebut, penduduk kecamatan dengan populasi 3000 jiwa atau 600 KK ini lebih banyak menghabiskan waktunya di ditempat mereka tinggal. Untuk memenuhi kebutuhannya mereka berkebun dan melaut. Untunglah mereka masih merupakan masyarakat peramu yang lebih banyak mengandalkan hidup dari kekayaan alam. Karena harga-harga barang tinggi, jika tidak kebeli beras mereka masih bisa makan sagu yang tinggal ambil di hutan.

Kasihan sekali nasib penduduk kecamatan tersebut, selain terisolasi karena minimnya akses transportasi juga karena wilayah administrasinya berada dalam kekuasaan perusahaan swasta asing……

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun