Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Sebutir Nasi dan Gadis Kecil Penghias Piring

23 Desember 2019   09:48 Diperbarui: 23 Desember 2019   10:02 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com by conxin 99

Dalam jumlah ia bermakna, ketika sendiri tak lebih sebagai sampah. Begitu sumpah serapah bermula, begitu adanya makna diri terasa. Lupa apakah nyanyian perut telah terisi, menangis menjerit tak di ingat lagi

Sendiri berarti sepi, di ruang hampa makna berselimut nestapa, hanya lalat yang ambil peduli, jangan harap tangan halus kan menyapa dengan lembut, bibir bergincu kan menyambut dengan takjub. Itu kisah yang lalu, saat perut di pukul bertalu-talu, "lapar, lapar, nasi kerakpun aku mau"

Mengapa begitu mudah mencampakan nikmat, setelah terpenuhi segala hajat. Meniadakan yang telah di telan, memalingkan muka seakan tak memerlukan. Kasihan hanya kepada yang di butuhkan, hilang senyum tatkala tercapai tujuan

Teramat menyakirkan bila di kaji, teramat memilukan hendak peduli. Dua mata memandang tapi tak memaknai, hati tertutup bunyi perut telah berganti. "Sedaaapnya, mata mengantuk syarap peduli akhirnya mati"

Hari ini sebutir nasi menangis sendiri menghias piring, hari ini gadis kecil merintih perih di ujung jalan. Siapa yang peduli? Bahkan sekedar memandangnya pun tidak peduli

Bagan batu, seperti ketika itu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun