Mohon tunggu...
Gemawan Teduh
Gemawan Teduh Mohon Tunggu... Aktor - Mr

Senang makan-makan susah minum-minum

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Datang, Dik!

6 April 2019   21:17 Diperbarui: 6 April 2019   23:04 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, aku tidak lembur kantor dan pulang lebih awal dari biasanya. Aku sangat rindu mendengar denting sendok yang bertumbuk gelas kala jemarimu menari meracikanku kopi di dapur. Pada lengkung senyum kala kau menyajiku. Pada hangat sapamu. Rindu genit candamu. Juga rindu manis dan sepat kopi buatanmu.

"Abang kehujanan. Abang butuh ngopi, Dik"

Hujan mengguyur sepanjang jalan pulang manakala senja perlahan tenggelam di matamu. Rintik-rintik hujan adalah bulir-bulir rindu yang menjelma, deras menghujani sekujur tubuh ringkih nan kuyup.

Dalam pada itu tetap kupacu laju motorku. Menyusuri jejak-jejak kerinduan. Melawan derasnya janji-janji semesta. Menuju pulang ke dalam dekap hangatmu. Ada harap; secangkir kopi pekat, kental, sudah siap saji di meja tatkala laju motor terhenti di depan pintu rumah nanti.

"Kopi, gula, teh, beras, minyak. Semua kebutuhan dapur habis, Bang."

Ah, Dik. Betapa berdosanya aku sebagai suami yang tak becus memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga kala itu. Pun betapa sabar dan pengertiannya kamu, setia mendampingiku yang lata dalam hidup serba kekurangan.

Kamu tentu menyadari bahwa di negeri kita yang konon kaya-raya dan subur, tidak mudah untuk membangun hidup makmur. Tidak mudah mendapat kerja meski dengan setumpuk ijazah. Walau demikian, itu bukan sepenuhnya salah Presiden, memang belum rizkinya, tak usah menyalahkan Presiden, begitu kerap kamu bilang acapkali melipur lelahku dalam pencarian kerja.

Namun sekarang aku sudah mapan, Dik. Kerjaku enak. Seragam kerjaku rapi berdasi. Gajiku lebih untuk sekadar membeli kebutuhan sehari-hari. Sekarang kamu bebas meracikanku kopi kapan pun sesuka hati. Jika mau, aku mampu membelikanmu mercy atau mengajakmu pergi haji berkali-kali.

Laju harley-ku yang semula kencang dalam terpaan hujan perlahan aku rem setelah sampai di gang dekat rumahmu, rumah kita. Motor gede yang kutunggangi itu mulai memelan dan berhenti tepat di depan sebuah pintu gerbang.

"Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut"

Hujan yang tak kunjung berhenti dan kian menderas disertai kilatan petir menyambar-nyambar, mencoba memecah langkahku yang seolah goyah memasuki areal pemakaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun