Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Antara Novel dan Film "Life of Pi"

7 Mei 2020   06:32 Diperbarui: 7 Mei 2020   06:46 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak sekali buku-buku best seller yang diangkat ke layar sinema. Dari tutur kata, menjelma gambar. Dari bahasa, menjelma suara dan rupa. Imajinasi kita jadi terbatas pada arahan sutradara.

Saat membaca bukunya, kita bisa meraih ekspektasi luar biasa tinggi. Dan saya sering melihat banyak pembaca fanatik yang akhirnya dikecewakan karena buku kesayangan mereka masuk bioskop. 

Andaikan saja, Peter Jackson jadi membuat trilogi The Lord of the Ring menjadi hanya satu film saja seperti yang dituntut oleh rumah produksi pada awalnya, kita mungkin akan mendengar jerit kecewa dari pengagum JRR. Tolkien yang menjadikan dongeng middle earth sebagai pengantar tidur. Mungkin tak ada kisah Ballrog, tak ada kisah Helms Deep, dan kisah Gollum yang sebenarnya akan jadi misteri bagi mereka yang belum pernah baca buku aslinya.

Yang kita nikmati dalam sebuah buku kadang bukanlah cerita. Tapi bisa banyak hal. Kadang sebuah romansa, nostalgia, atau sekedar bahasa lembut dan tutur kata penulisnya. Hal seperti itu tak akan kita temukan saat sebuah karya divisualisasikan.

Sama seperti saat melakukan perjalanan jauh. Intinya bukan hanya sekedar bagaimana bisa sampai ke tujuan. Tapi juga kita menikmati bagaimana bentuk perjalanan kita sebelum sampai ke sana. Perjalanan yang indah selalu membawa kesan tak terlupakan saat kita sampai di akhir tujuan.

Buku dengan pembawaan yang menarik, bagi sebagian orang selalu lebih berkesan daripada inti cerita yang hendak disampaikan penulis itu sendiri.

Manusia gak bisa membuat karya bagus dan luar biasa hanya karena mereka menginginkan itu. Meskipun mereka mengusahakan sebaik mungkin. Tetap pada akhirnya orang lain yang menilai bagus atau tidaknya. Diterima di hati mereka atau tidak. 

Meskipun kita sudah berpeluh menyusun kalimat yang diksinya sudah paling hebat menurut diri kita sendiri. Pada akhirnya, penjurian atas sebuah karya adalah, biarkan kita menulis sebisa mungkin, lalu mereka yang membacalah yang menilai itu.

Tapi sudahlah...

Dongeng Life of Pi adalah novel yang oleh penulisnya dipromosikan sebagai kisah yang akan menggoncang sisi religius seseorang.

Piscine Molitor Patel. Atau Pi, adalah seorang remaja India yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak agamis. Dia sering mempertanyakan banyak hal. Prestasi akademiknya bagus. Dan ia menemukan kedamaian dalam ritus ibadah yang dilakukannya seorang diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun