Mohon tunggu...
Kamaruddin
Kamaruddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengingat bersama dengan cara menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketua CYDC: Kebijakan Pemerintah Masih Belum Inklusi Disabilitas

4 Juni 2021   16:18 Diperbarui: 4 Juni 2021   16:46 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teks foto : Ketua CYDC, Erlina Marlinda, Dokumen Pribadi

Banda Aceh - Ketua Children and Youth Disability for Change (CYDC), Erlina Marlinda, menyebutkan kebijakan-kebijakan pemerintah hari ini masih belum inklusi terhadap kaum disabilitas.

"Berbicara isu disabilitas dan komunitas disabiltas, kita mengharapkan ada inklusi di semua sektor, baik disektor pendidikan, tenaga kerja, pembangunan dan disektor lainnya," kata Erlina, Jumat, 4 Juni 2021.

Ia mengatakan saat ini isu disabilitas masih belum menjadi isu prioritas baik ditingkat provinsi, kabupaten sampai di level desa. Stigma terhadap penyandang disabilitas tidak bisa melakukan apa-apa masih melekat.

"Stigma terhadap disabilitas masih melekat, stigma yang menganggap penyandang disabilitas tidak bisa melakukan apa-apa itu masih ada," tutur Erlina.

Kemudian, lanjutnya, disabilitas masih sangat minim dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. "Belum ada organisasi disabilitas yang dijadikan mitra oleh pemerintah," tegasnya.

Erlina menyampaikan Provinsi Aceh merupakan provinsi yang paling banyak mengeluarkan kebijakan. Namun, dari banyaknya kebijakan yang ada sangat minim kebijakan yang pro terhadap penyandang disabilitas

"Belum terakomodirnya hak penyandang disabilitas dalam kebijakan kebijakan yang sudah ada. Aceh termasuk provinsi yang paling banyak mengeluarkan kebijakan, tapi dari kebijakan itu sangat minim yang pro terhadap disabilitas," ungkapnya.

"Kalau pun ada pro seperti Qanun tenaga kerja, tapi tidak diimplementasikan dengan baik, karena memang masih ada stigma yang muncul," tambahnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun