Mohon tunggu...
Yourkalis Kompasiana
Yourkalis Kompasiana Mohon Tunggu... Freelancer - Yourkalis

Yourkalis

Selanjutnya

Tutup

Money

Investasi Asing di Indonesia dan Target Indonesia Untuk Masa Depan

22 Januari 2020   06:40 Diperbarui: 24 Januari 2020   03:56 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Suasana Malam Hari. Dokpri

Kelemahan investasi asing untuk Indonesia adalah jika modal asing sangat dominan dan tidak terkontrol, ekonomi Indonesia akan semakin melemah di samping jumlah utang Indonesia tidak kunjung berkurang. 

Semakin banyak investasi asing, semakin banyak juga aliran dividen dari investasi itu yang akan mengalir ke luar negeri sehingga turut membebani neraca pembayaran RI yang sering defisit. 

Syukur kalau dividen dalam bentuk rupiah, bagaimana jika bukan rupiah. Selain itu, mengalirnya keuntungan ke luar negeri juga akan membuat permintaan dollar AS meningkat.

Akibatnya nilai tukar rupiah berpotensi melemah. Melemahnya rupiah, dapat menaikkan harga apa saja. Jangan sampai investasi asing membebani Indonesia.

Sedangkan keuntungan investasi asing adalah bahwa Indonesia memperoleh tambahan dana atau modal untuk mewujudkan sebuah proyek atau usaha yang harus digunakan untuk kepentingan negara dan kepentingan rakyat dalam jangka panjang. 

Sementara penanam modal juga memperoleh keuntungannya dalam bentuk dividen atau kesepakatan lainnya yang tidak boleh membebani Indonesia baik dalam bentuk pembayaran maupun tatanan hidup bangsa Indonesia sendiri.

Apa target yang harus dicapai dengan adanya investasi? Investasi yang tidak memiliki target yang jelas adalah ibarat orang yang hidupnya selalu bergantung kepada orang lain.

Oleh karena itu, target utama yang harus dicapai adalah kapan Indonesia tidak bergantung lagi dengan investasi asing sehingga dapat berdiri sendiri dalam menopang ekonomi negara (negara benar-benar berdaulat).

Untuk mewujudkan target tersebut, Indonesia harus segera melunasi utang beserta bunganya dan meningkatkan investasi oleh lokal daripada investasi asing. Sehingga suatu hari nanti, Indonesia tidak hanya menjadi negara tujuan investasi saja, namun Indonesia juga dapat menjadi negara investor untuk negara lainnya dalam mewujudkan dan menjaga kestabilan ekonomi dunia (global).

Berbangga dengan semakin banyaknya investasi asing mungkin dapat diterima. Namun harus diingat bahwa jangan sampai menutup mata terhadap kekuatan negara berupa hukum, lingkungan, agama, dan perdagangan. Artinya jangan sampai hukum, lingkungan, agama, dan perdagangan dibuat menjadi mudah dari yang semestinya sudah  diterapkan dengan baik.

Oleh karena itu, perasaan bangga terhadap investasi tersebut harus diubah menjadi perasaan peduli. Artinya kita tidak hanya memikirkan uang atau modal yang didapatkan saja, namun juga bagaimana pertanggungjawababnnya (target dan realisasinya di lapangan) serta kesanggupan terhadap balik modal dan pembagian dividen dari keuntungan investasi. 

Perasaan peduli inilah yang dapat membawa Indonesia keluar dari ketergantungan investasi dan ketergantungan utang serta ketergantungan yang besar terhadap negara lain. 

Sehingga pada akhirnya, investasi dilakukan bukan karena kebutuhan lagi, tetapi karena ingin mendapatkan keuntungan yang seimbang misalnya 50% 50% (kekuatan tawar menawar). Kekuatan tawar menawar inilah yang dapat memproteksi kebijakan dan hukum di dalam negeri Indonesia baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan yang selama ini sering diubah demi kelancaran investasi. 

Namun sayangnya perubahan ini berpotensi melemahkan keamanan nasional baik dalam bidang hukum, lingkungan, agama, dan perdagangan. Beberapa contoh yang berpotensi melemahkan adalah UU KPK, wacana perubahan undang-undang sertifikat halal, dan beberapa masalah lingkungan (pembebasan lahan yang subur dan pembangunan pabrik di tempat yang tak semestinya).

Sertifikat halal sejatinya berguna untuk menjamin bahwa produk yang beredar dan dikonsumsi lebih aman dan bebas dari penyakit (menular atau tidak menular) serta mencegah menularnya virus yang membahayakan negara yang dapat mengancam keamanan nasional baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Adapun ekonomi (perdagangan) yang cenderung melambat bukan sepenuhnya karena faktor internal atau eksternal, tetapi karena permintaannya (demand) pada saat itu memang lebih sedikit daripada penawaran (supply) atau jumlah penawaran sudah terlalu banyak jauh melebihi kebutuhan pada saat itu sehingga banyak usaha, toko, dan perusahan yang merugi pada saat itu. Oleh karena itu, pengendalian kuantitas produk dan jasa harus terukur dan penawarannya harus tepat sasaran dan tepat waktu agar tercipta keseimbangan antara penawaran dan permintaan dalam suatu periode dan daerah. Jadi jangan juga berlomba-lomba menghasilkan produk dan jasa sebanyak-banyaknya, namun masyarakat tidak selalu membutuhkannya karena masih ada kebutuhan pokok yang lebih penting dan lebih mendesak daripada kebutuhan sekunder dan tersier tersebut. Jangan sampai juga proyek yang sudah dibangun tadi tidak terpakai atau hanya bisa menjadi pajangan semata.

Bahkan teknologi terbaru yang datang dari luar negeri pun tidak harus diikuti tanpa ada kebutuhan yang jelas. Misalnya jika masyarakat belum membutuhkan jaringan 5G (jaringan selular generasi ke-5), teknologi tersebut jangan digunakan dulu di Indonesia karena harus mengupgdrade infrastruktur yang biayanya tidaklah murah. 

Teknologi 4G saja sudah cukup untuk digunakan oleh penduduk Indonesia. Tidak mungkin juga semua yang dari luar negeri harus dimiliki oleh Indonesia, orang punya robot kita juga ingin punya robot, orang punya 5G, kita juga ingin punya 5G, dan begitu seterusnya sampai tak ada habisnya. 

Adapun negara lain menggunakan teknologi 5G karena mereka memproduksi kendaraan pintar (smart vehicle) yang memang membutuhkan jaringan teknologi 5G agar kendaraan tersebut dapat digunakan secara optimal. Sementara Indonesia masih membangun pabrik kendaraan berbahan bakar minyak yang sudah jelas menguras sumber daya alam dan mencemari udara serta melubangi atmosfer.

Padahal orang asing menciptakan teknologi terbaru karena adanya permintaan oleh dunia industri mereka yang kemudian akan dipasarkan ke negara-negara lain seperti Indonesia. Indonesia hanya tinggal menggunakan dan melakukan sedikit pengaturan pada teknologi tersebut. Artinya, Indonesia hanya sebagai konsumen karena belum mampu menciptakannya atau paling tidak menirunya dengan sama bagusnya.

Daripada mendatangkan teknologi terbaru yang belum tentu dibutuhkan, pemerintah bersama pihak terkait lebih baik berupaya seefektif mungkin untuk menambah tingkat keamanan sistem, keamanan jaringan, serta keamanan dan kerahasiaan data di Indonesia, baik data pribadi penduduk dan lembaga, maupun data transaksi karena masih banyak celah yang belum dilindungi dan dijamin kerahasiaan dan keamanannya baik berupa nomor KTP, nomor HP, maupun wifi publik. Masih banyaknya penyalahgunaan data dan privasi masyarakat, misalnya seseorang yang hampir setiap hari mendapatkan sms yang tidak dibutuhkan oleh orang tersebut. Sementara sms untuk peringatan bencana alam seperti potensi banjir, potensi longsor, potensi kemarau, dan potensi gunung meletus tidak didapatkan oleh penduduk setempat beberapa hari sebelum potensinya karena masing-masing orang belum tentu memahami langsung kondisi lingkungan sekitarnya.

Jika ingin menjadi negara maju, bukan teknologinya yang harus canggih, tetapi cara berkomunikasinya dan cara berkolaborasinya dulu yang mesti diefektifkan. Jangan hanya duduk di kantor dan bertukar email antar lembaga, antar instansi, antar perusahaan tanpa mengadakan pertemuan resmi untuk mengembangkan ide-ide terbaik. Setelah ide-ide muncul barulah dicarikan dan dipilihkan (dipelajari kelebihan, kekurangan, dan dampaknya) teknologi yang benar-benar cocok yang dibutuhkan.

"Semakin bisnis berkembang, semakin teknologinya canggih, dan semakin tinggi juga celah keamanan yang tak terduga (yang dicari-cari untuk disalahgunakan dalam melakukan kejahatan)".

Jadi, memang benar bahwa kita harus memilih produk barang dan jasa yang benar-benar kita butuhkan agar tepat sasaran, tepat penjualan, tepat penggunaan, dan tepat manfaat agar tidak terjadi pemborosan uang dan harta. Sakalipun orang tersebut kaya, bukan berarti dia boleh belanja atau menjual sesuatu seenaknya tanpa tepat sasaran dan tepat kebutuhannya.

Catatan pentingnya adalah bahwa semakin banyak jumlah investasi asing di Indonesia, kuantitas ekspor harus semakin banyak dan kualitas ekspor harus semakin tinggi dengan kondisi kebutuhan dalam negeri untuk produk sejenis harus terpenuhi terlebih dahulu. Sebaliknya, jika kuantitas impor yang semakin banyak dan diiringi jumlah investasi asing semakin banyak, tak heran neraca perdagangan RI akan selalu minus sehingga pasti akan menambah jumlah utang untuk menutupi kebutuhan dalam negeri serta untuk membayar pengeluaran dalam bentuk mata uang asing (dollar AS). Semakin bertambah jumlah utang Indonesia, harga barang dan jasa pun akan terus naik. Hal inilah yang diinginkan oleh negara lain karena mereka mendapatkan keuntungan berlipat dari siklus ekonomi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun