Malaysia adalah negara berkembang yang saat ini tengah mendekati kategori sebagai negara maju. Meski demikian negara ini tetap tidak kehilangan jati dirinya sebagai negara bangsa Melayu. Pencapaian kemajuan disegala bidang di Malaysia juga tidak terlepas dari penerapan sistem meritokrasi pemerintahan, yaitu sistem meritokrasi terbatas. Â
Negara Malaysia berpenduduk sekitar 27 juta jiwa, terdiri dari ras Melayu sebagai mayoritas (50,4%), Tionghoa (23,7%), India (7,1%), dan sisanya adalah penduduk pribumi non-Melayu yang kebanyakan bermukim di pulau Kalimantan (18,8%).Â
Etnis Melayu mendominasi di pemerintahan Malaysia, karena diyakini sebagai warga pribumi, sehingga mempunyai hak istimewa yang dijamin oleh konstitusi, berbeda dengan etnis minoritas lainnya. Menurut definisi konstitusi Malaysia, orang Melayu adalah muslim, menggunakan bahasa Melayu, yang menjalankan adat dan budaya Melayu.
Konstitusi Malaysia memberikan keistimewaan bagi penduduk Bumiputra (ras Melayu, Dayak, Iban, Kadazan dan suku asli) dalam mendapatkan beasiswa sekolah, pekerjaan (sebagai PNS/Polisi/militer), perumahan murah dan pinjaman uang. Sebagai contoh penduduk bumiputra apabila membeli rumah mereka mendapat 7% lebih murah.
Sistem meritokrasi yang diterapkan di Malaysia adalah meritokrasi terbatas, yang mengacu pada kapabilitas sebagai tolok ukur utama dengan mempertimbangkan aspek primordialisme untuk menjaga kelangsungan tradisi dan budaya asal sebagai jatidiri bangsa.
Jakarta tercerabut dari budaya dan jatidiri bangsa.
Jika meritokrasi benar-benar dilaksanakan secara total dalam mengelola pemerintahan di DKI, maka Jakarta akan menjadi sebuah kota metropolitan yang modern seperti Singapura. Jakarta akan dipenuhi oleh gedung-gedung perkantoran megah, perumahan mewah, mal, dan supermarket dengan sarana transportasi yang aman, nyaman dan tepat waktu.
Pemukiman-pemukiman mewah tidak hanya berada di Pondok Indah, Kelapa Gading, Pluit, dan Pantai Indah Kapuk, tetapi akan meliputi sebagian besar wilayah Jakarta. Â Tidak akan dijumpai lagi perumahan kumuh dan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang memacetkan jalan dan mengotori kota. Jakarta hanya akan dihuni oleh mereka yang mampu saja, sementara bagi mereka yang tak mampu membayar pajak dan sewa harus keluar dari Jakarta dan tinggal dipinggiran kota.
Di Jakarta nanti, tidak akan mudah dijumpai kesenian lenong, tari japong, pencak silat betawi dan ondel-ondel. Perayaan Gong Xi Fa Cai akan meramaikan seluruh mal-mal dan perkantoran, serta atraksi Barongsai di jalanan protokol kota. Pasar tradisional pun mungkin hanya ada di pinggiran kota. Â Masyarakat kota Jakarta menjadi individualis, apatis dan kehilangan keramah tamahannya.
Jika meritokrasi gaya Ahok benar-benar dilaksanakan secara total, maka Jakarta akan tercerabut dari akar budaya dan jatidiri bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI