Mohon tunggu...
Maria Nofaola
Maria Nofaola Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Sapaannya Kak Ola, seorang Psikolog Klinis, guru yoga, pelaku bisnis, dan pecinta seni yang suka menuturkan segala hal yang disukainya ke dalam tulisan. Tulisan-tulisannya dapat dibaca di blog http://www.MariaNofaola.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan featured

"Gimana Menyikapi LGBT, La?"

28 Februari 2016   23:59 Diperbarui: 3 Februari 2019   14:31 15332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Bendera pelangi yang menjadi simbol para LGBT. Simbol itu dibuat oleh seniman asal San Fransisco, Gilbert Baker, pada tahun 1978 | Wikipedia.org

Begitu pula sebaliknya, perempuan berhasrat untuk berperilaku dan hidup seperti layaknya seorang laki-laki. Transgender senang menjalankan peran lawan jenisnya. Dan, biasanya berkeinginan melakukan operasi kelamin; penis menjadi vagina, vagina menjadi penis.

Dalam dunia psikiatri, lesbian dan gay disebut homoseksual. Orang-orang dengan homoseksual dan biseksual disebut Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Definisi ODMK ini ada di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.

Menurut Undang-Undang tersebut Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.

Dan, pada pasal 68 disebutkan bahwa ODMK memiliki beberapa hak, yaitu:
a. mendapatkan informasi yang tepat mengenai Kesehatan Jiwa;
b. mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau;
c. mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa sesuai dengan standar pelayanan Kesehatan Jiwa;
d. mendapatkan informasi yang jujur dan lengkap tentang data kesehatan jiwanya termasuk tindakan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan dengan kompetensi di bidang Kesehatan Jiwa;
e. mendapatkan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan jiwa; dan
f. menggunakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa. 

Undang-undang di atas menunjukkan kepada kita bahwa kita perlu menyikapi suatu permasalah dengan melihat berbagai sisi. Menolak lesbian, gay, dan biseksual dalam berbagai aspek tentu tidak benar. Dari sisi kesehatan, kita perlu memberikan layanan kesehatan mental bagi mereka.

Dengan menjadi pendengar yang baik, kita bisa memberi informasi yang benar kepada mereka. Bahkan, kita bisa membimbing mereka untuk bersikap positif sesuai norma agama dan norma sosial yang berlaku.

Kita perlu pula mengingatkan bahwa mereka pun punya kewajiban. Kewajiban mereka tertuang dalam pasal 69, yaitu ODMK berkewajiban memelihara kesehatan jiwanya dengan cara menjaga perilaku, kebiasaan, gaya hidup yang sehat, dan meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sosial.

Lalu, bagaimana dengan transgender? Istilah transgender tidak digunakan dalam ilmu psikiatri. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (panduan penegakan diagnosis dalam psikiatri), ada istilah Gender Identity Disorder (Gangguan Identitas Gender). Dan dalam PPDGJ III ada dikenal istilah transeksualisme. Berdasar gejala-gejala dan definisi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, transeksualisme dapat digolongkan dalam Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

ODGJ berbeda dengan OMDK. Menurut Undang-undang,ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Dalam hal kesehatan jiwa, hak mereka pun diatur dalam Undang-undang, yaitu:
a. mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau;
b. mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa sesuai dengan standar pelayanan Kesehatan Jiwa;
c. mendapatkan jaminan atas ketersediaan obat psikofarmaka sesuai dengan kebutuhannya;
d. memberikan persetujuan atas tindakan medis yang dilakukan terhadapnya;
e. mendapatkan informasi yang jujur dan lengkap tentang data kesehatan jiwanya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan dengan kompetensi di bidang Kesehatan Jiwa;
f. mendapatkan pelindungan dari setiap bentuk penelantaran, kekerasan, eksploitasi, serta diskriminasi;
g. mendapatkan kebutuhan sosial sesuai dengan tingkat gangguan jiwa; dan
h. mengelola sendiri harta benda miliknya dan/atau yang diserahkan kepadanya.

Dari sisi kesehatan mental, tampak bahwa individu dengan masalah LGBT berhak dilindungi dan memiliki kehidupan yang layak, sama seperti kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun