Dalam Islam, sistem pemerintahan yang ideal jauh berbeda dengan realitas korporatokrasi. Islam mengajarkan bahwa seorang pemimpin adalah pelayan umat, bukan penguasa yang mengejar keuntungan pribadi atau golongan tertentu. Rasulullah menekankan pentingnya ketakwaan bagi seorang pemimpin, karena hanya dengan rasa takut kepada Allah, seorang pemimpin dapat menjauhkan dirinya dari hegemoni dan tirani. Penguasa yang bertakwa tidak akan tunduk pada tekanan kapitalis atau kelompok berkepentingan lainnya. Sebaliknya, ia akan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil selaras dengan syariat Islam dan demi kemaslahatan rakyat secara keseluruhan.Â
Dalam konteks deforestasi, Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam dengan prinsip keberlanjutan dan keadilan. Rasulullah bersabda, *"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api."* (HR Abu Dawud). Hadis ini menunjukkan bahwa sumber daya alam yang esensial, seperti hutan dan tanah, adalah milik bersama umat manusia dan tidak boleh dikuasai oleh segelintir pihak untuk kepentingan pribadi. Seorang pemimpin dalam Islam wajib memastikan bahwa pengelolaan sumber daya ini tidak hanya menguntungkan segelintir orang tetapi memberikan manfaat bagi seluruh rakyat, termasuk generasi mendatang.Â
Lebih dari itu, seorang pemimpin Islam tidak akan menggunakan kekuatan militer atau hukum untuk menekan rakyat yang menentang kebijakan yang merugikan. Sebaliknya, Rasulullah memerintahkan penguasa untuk bersikap lemah lembut kepada rakyat, seperti sabdanya, *"Barang siapa memimpin umatku lalu dia menyusahkan mereka maka susahkanlah ia. Barang siapa memimpin umatku lalu bersikap lemah lembut terhadap mereka maka bersikaplah lemah lembut terhadapnya."* (HR Muslim).Â
Islam juga menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan yang diambil oleh penguasa. Dalam hal ini, umat memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban penguasa atas kebijakan yang diambilnya, seperti yang dicontohkan oleh para khalifah dalam sejarah Islam. Umar bin Khattab r.a., misalnya, pernah dimintai pertanggungjawaban tentang sehelai pakaian yang ia kenakan, dan ia menjelaskan secara terbuka bahwa kain itu berasal dari jatah yang diberikan kepada setiap Muslim, ditambah bagian anaknya. Transparansi semacam ini mencegah munculnya penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa penguasa selalu bekerja demi kepentingan umat.Â
Dengan demikian, dalam sistem Islam, kebijakan seperti deforestasi besar-besaran yang merugikan lingkungan dan rakyat kecil tidak akan terjadi. Pengelolaan sumber daya alam akan dilakukan dengan adil, transparan, dan bertanggung jawab, dengan tujuan utama menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Sistem ini memastikan bahwa penguasa bertindak sebagai pelayan rakyat yang menjalankan amanah sesuai dengan syariat Islam, sehingga rakyat terlindungi dari kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir pihak.Â
Realitas korporatokrasi dalam kapitalisme seharusnya menjadi pelajaran bagi kita untuk kembali merenungkan sistem Islam sebagai alternatif yang menjunjung tinggi keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan rakyat. Dalam sistem ini, kekuasaan tidak disalahgunakan untuk melayani kepentingan kapitalis, tetapi digunakan untuk memastikan bahwa setiap individu, baik di dunia ini maupun di akhirat, mendapatkan haknya sesuai dengan tuntunan Allah SWT.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI