Mohon tunggu...
Kaha Anwar
Kaha Anwar Mohon Tunggu... Serabut-an -

MJS Press

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nagarakretagama: Potret Kebesaran Majapahit

14 April 2012   02:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:38 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13343699951343220019

Pelajaran sejarah yang diterima di bangku pendidikan sekolah mungkin belum mendetail tentang Kerajaan Majapahit. Selama ini, cerita tentang keelokan Kerajaan Majapahit hanya sebatas kebesarannya saja yang kemudian dihubungkan dengan rajanya, yakni Hayam Wuruk dan patihnya yang tersohor: Gajah Mada. Apalagi jika kita mendengar “Sumpah Palapa”nya Gajah Mada, seakan-akan sumpah itu sebagai mantra yang mampu menyatukan nusantara di bawah panji-panji Kerajaan Majapahit.

Padahal di balik kebesaran dan kejayaannya, Majapahit menyimpan duka-lara, episode jatuh bangun yang dapat kita petik pelajarannya untuk terus membangun Negara Indonesia ke depannya. Kerjaan Majapahit bukanlah sekedar kerajaan “super power” dengan segenap bala tentara bayangkara-nya, tetapi memang kebesarannya itu terletak pada kebijakan, hukum tata negara yang dipatuhi oleh semua rakyat, bahkan rajanya pun menghormati undang-undang yang telah dibuatnya. Inilah bukti, meski seorang raja yang mempunyai kebesaran bahkan oleh rakyatnya dianggap sebagai titisan dewa tidak seenaknya mengubah atau melanggar peraturan. Sikap “sabda Pandito ratu tan keno wola-wali” masih ditegang teguh, sikap konsistensi raja merupakan senjata ampuh untuk tetap dicintai rakyatnya.

Banyak kakawin yang ditulis dan mencoba memotret tentang Kerajaan Majapahit, salah satunya Kakawin Nagarakretagama. Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapanca ini merupakan kitab yang menuliskan tentang keadaan Majapahit, mulai awal berdirinnya, sistem pemerintahan, kebudayaan, hubungan antar pusat dengan kerajaan maupun dengan luar negeri diceritakan dalam kitab ini.

Nagarakretagama sendiri terdiri dari 98 pupuh. Dilihat dari sudut isinya pembagian pupuh itu dilakukan dengan sangat rapi. Pupuh 1 sampai pupuh 7 menguraikan raja dan keluarganya. Pupuh 7 sampai 16 menguraikan kota dan wilayah majapahit. Pupuh 17 sampai 39 menguraikan perjalanan keliling Lumajang. Pupuh 40 sampai 49 menguraikan silsilah Raja Hayam Wuruk. Lima pupuh yang pertama, yakni pupuh 40 sampai 44 tentang raja-raja Singasari, pupuh 45 sampai 49 tentang sejarah raja-raja Majapahit dari Kertajasa Jayawardhana sampai Hayam Wuruk. Tepat pada pupuh itu, uraian dang Acarya Ratnamsa berhenti.

Bagian kedua terdiri dari 49 pupuh. Pupuh 50 sampai 54 menguraikan raja berburu di hutan Nandawa. Pupuh 55 sampai 59 menguraikan perjalanan pulang ke Majapahit. Pupuh 60 menguraikan oleh-oleh yang dibawa pulang dari pelbagai daerah yang dikunjungi. Pupuh 61 sampai pupuh 70 menguraikan perhatian raja Hayam wuruk kepada leluhurnya berupa ziarah ke makam dan pesta srada. Bagian itu disambung dengan 2 pupuh tentang kematian patih Gajah Mada, yakni pupuh 71 dan 72. Mulai dengan pupuh 73 sampai pupuh 82 menguraikan tentang bangunan-bangunan suci yang terdapat di Jawa dan Bali. Dari pupuh 83 sampai 91 terdapat uraian tentang upacara berkala yang berulang kembali setiap tahun, yakni musyawarah, kirap, pesta tahunan. Pupuh 92 sampai 94 tentang pujian para pujangga, termasuk pujangga Prapanca. Pupuh 95 sampai 98 khusus memguraikan nasib pujangga Prapanca, penulis Nagarakretagama.

Melalui buku ini, Tafsir Sejarah Nagarakretagama, Prof. Dr. Slamet Muljana mencoba mengupas dan menganalisis kitab Nagarakretagama yang selama ini menjadi rujukan tentang sejarah Majapahit. Buku ini melacak secara kronologis penemuan naskah Nagarakretagama. Tujuan dari tafsir ini tidak lain adalah bukanlah bentuk pelarian  ke masa silam untuk menghindari masa sekarang, melainkan lebih cenderung untuk menemukan kembali senjata ampuh yang dapat digunakan untuk membentuk kembali karakter-karakter bangsa ke depannya. Apalagi, sejarah menuliskan bahwa masa lalu bangsa ini bukanlah bangsa primitif yang sama sekali tidak mengenal dunia tulis-menulis maupun teknologi.

Hemat saya, bagian penting dan mempunyai dari buku ini yang relevansi dengan realita kehidupan berbangsa saat ini terletak pada bab 7.  Sebab, pada urain bab ini seringkali yang terlewat dan jarang disampaikan pada pendidikan sejarah di sekolah-sekolah. Bab 7 sendiri,dalam buku ini, berisi tentang Perundang-Undangan Majapahit.

Prof. Djokosutomo pernah menyesal demikian: “Seandainya peraturan –peraturan Majapahit, yang diterapkan oleh Gajah Mada, tercatat dan catatan itu samapi kepada kita, maka kita sudah mempunyai dasar hukum nasional. Tidak seperti sekarang ini!”. Pertanyaannya: apakah memang benar Majapahit mempunyai kitab undang-undang? Jika memang ada, apa namanya? Ataukah peradilan yang dijalankan pada waktu itu hanya menuruti naluri raja?. Sebagai kerajaan yang besar, sudah selayaknya mempunyai peraturan yang mengatur kehidupan tata negara. Nagarakretagama pupuh 73 memberitakan bahwa dalam soal pengadilan, Dyah Hayam Wuruk tidak bertindak serampangan, tetapi patuh mengikuti undang-undang, sehingga adil segala keputusan yang diambilnya, membuat puas semua pihak.

Kitab Perundang-undangan Agama atau Kutaramanawadharmasastra adalah kitab undang-udang hukum pidana (jenayah), namun di samping undang-undang hukum pidana terdapat juga undang-undang hukum perdata. Bab-bab seperti jual beli, pembagian warisan, perkawinan, dan perceraian adalah hukum perdata. Hal ini membuktikan bahwa hukum-hukum yang kini populer sebenarnya sudah ada sejak dahulu, bukan barang impor atau warisan dari kolonial maupun dari perkembangan agama-agama yang baru masuk di nusantara.

Buku ini menarik untuk dicermati, sebab menyajikan hal-hal baru mengenai lika-liku sejarah nusantara, khusunya Kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan yang memadukan corak  negara maritim dan agraris sesuai dengan keadaan geogafis Indonesia. Selain itu, buku ini setidaknya menjadi dokumentasi tentang sejarah-sejarah kejayaan Majapahit yang dapat kita gali untuk membangkitkan semangat nasionalisme.

Sayangnya, buku ini ditulis sangat akademis, dengan bahasa yang mungkin tidak semua kalangan memahami, dan cenderung menjenuhkan. Padahal keberadaan buku-buku semacam ini setidaknya dapat dinikmati oleh semua lapisan bangsa ini. Ke depannya, diharapkan adanya upaya untuk merevisi secara gaya bahasa keberadaan buku ini.

Judul buku             : Tafsir Sejarah Nagarakretagama

Penulis                   : Prof. Dr. Slamet Muljana

Penerbit                  : LkiS Yogyakarta

Tahun terbit           : cetakan 1, 2011 (cetakan khusus komunitas)

Tebal                      : xiv + 456 halaman

ISBN                     : 979-25-5254-5

ISBN 13                : 978-979-2552-546

Khoirul Anwar

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun