Mohon tunggu...
Kafani Annashib
Kafani Annashib Mohon Tunggu... Guru - Social and political viewer

Pejuang literasi yang haus ilmu. Tertarik mengamati dan menganalisis fenomena sosial dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masihkah Takut Menikah?

27 Mei 2019   12:56 Diperbarui: 27 Mei 2019   13:18 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pernikahan. Sumber : Beautynesia

Tadi malam tidak sengaja saya membaca status Whatsapp seorang teman. Menariknya, beliau-teman saya itu memposting sebuah kata-kata tentang pernikahan. Kurang lebih jika disarikan, beliau tidak ingin terburu-buru menikah dengan alasan mencari ridho-Nya dan ingin mempersiapkan segala sesuatunya agar kelak ketika menikah, Ia benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. Entah apa yang Dia maksud dengan kebahagiaan itu, mungkin kemapanan secara materi atau sesuatu yang lain. Tetapi untuk diketahui, teman saya tersebut kebetulan sudah memiliki teman dekat atau sebut saja dengan istilah pacar dan secara usia juga sudah masak untuk menikah.

Singkat cerita, dalam diam saya merenung. Apakah saya termasuk orang yang terburu-buru untuk menikah ?. Jika "terburu-buru" menikah berkorelasi dengan ridho Allah dan kebahagiaan, maka apakah saya yang satu bulan lalu memutuskan menikah diusia 24 tahun lantas tidak bisa bahagia dan mendapatkan ridho-Nya ?.

Menikahlah Karena Menikah Itu Ibadah

Mungkin benar kalau saya masuk dalam kategori orang yang "terburu-buru" menikah. Betapa tidak, saat saya memutuskan menikah di bulan April yang lalu, saya adalah seorang pengangguran. Sejak lulus kuliah tahun 2017, saya belum sekalipun merasakan empuknya kursi kantor sebagaimana kebanyakan teman-teman kuliah saya yang lain. Jika ditanya mengapa, maka saya akan jawab qodarullah karena segala usaha juga sudah saya lakukan dengan maksimal.

Keputusan yang saya anggap cukup nekat tersebut bukanya tidak membuat saya kawatir akan nasib saya kedepan pasca menikah. Tetapi saat itu saya berpedoman pada dua hal. Pertama, saya teringat nasihat seorang kawan kuliah dan seorang ustad yang pada intinya jangan pernah takut untuk menikah karena menikah adalah ibadah, dan ibadah tidak akan menghalangi kebaikan. Apalagi dalam sebuah hadits, Rosulullah Muhammad SAW juga pernah mengatakan dengan tegas jika pernikahan adalah sunnahnya dan barangsiapa yang membenci sunnahnya maka bukan termasuk bagian dari umatnya.

Kedua, jika saya semakin menunda pernikahan, itu sama halnya dengan semakin menumpuk dosa dan membuat saya berada di bibir jurang perzinahan. Meskipun saya tidak pernah melakukan dosa besar tersebut, tetapi bisa dibilang saya telah mendekatinya saat itu karena apapun alasannya, menjalin hubungan dengan lawan jenis diluar ikatan suci pernikahan adalah tidak bisa dibenarkan. Allah pun tidak main-main dengan mereka yang mendekati zina, yaitu dengan menyebutnya sebagai fakhisyah wa saa'a sabiila.

Menikahlah, Engkau Akan Mendapat Ridho-Nya

Jika teman saya memilih menunda pernikahan dengan alasan mencari momentum yang tepat untuk mendapatkan ridho Allah, maka saya pikir hal tersebut sebagai sebuah pemahaman yang keliru.

Bukankah telah jelas bahwa Allah melarang mendekati zina dan menyuruh mengambil jalan halal lewat ikatan sakral pernikahan ?. Lantas apa yang masih membuat kebanyakan kita ragu-ragu dalam mengambil sebuah keputusan yang sudah pasti akan diridhoi-Nya ?.

Menikahlah, karena apa yang haram sebelumnya akan menjadi halal dan justru berpahala karena bernilai ibadah. Memegang tangan suami atau istri, bercumbu, berpelukan, dan sebagainya adalah larangan sebelum terjadinya pernikahan. Tetapi semua itu akan dengan begitu cepat berubah menjadi ladang pahala hanya dengan niat dan kesungguhan yang termanifestasi dalam ucapan suci qobiltu nikaakhaha wa tazwiijaha bil mahril madzkuur.

Menikahlah, Engkau Akan Bahagia

Jika menunda pernikahan dilakukan dengan alasan takut tidak bisa bahagia, maka anggapan seperti ini pun bagi saya tidak tepat. Sebelum berbicara lebih lanjut, saya teringat dengan sebuah hadits Rosulullah Muhammad SAW. Beliau pernah bersabda bahwa jika kita telah merasa mampu untuk membangun rumah tangga, maka Rosul menyuruh kita untuk menikah. Sebaliknya, jika belum mampu maka kita dianjurkan untuk berpuasa.

Saya kira siapapun sependapat bahwa menikah adalah proses sakral yang harus dipersiapkan dengan baik. Adapun hadits Rosulullah tersebut jika dimaknai secara luas, maka kesiapan yang dimaksud oleh Rosulullah tentu tidak hanya siap secara materi, tetapi lebih dari itu adalah kesiapan mental.
Bagi kebanyakan kita yang menjalin hubungan dengan lawan jenis diluar ikatan pernikahan, tentu pernah melakukan serentetan hal seperti jalan berdua ke sebuah tempat, makan bersama di luar rumah, berboncengan berdua, bergandengan tangan di tempat umum dan sederet aktivitas lain yang sebenarnya belum saatnya dilakukan. Lantas jika sudah berani berbuat demikian, masihkah kita akan berkata bahwa kita belum siap ? Atau takut tidak bahagia?

Saya pikir kita bukannya belum siap, tetapi belum berniat. Bukankah keberanian kita berdua-duaan bersama lawan jenis yang bukan istri atau suami kita adalah satu bentuk bukti bahwa kita sebenarnya sudah siap berumahtangga?. Jika dikatakan belum siap, lantas mengapa harus berlaku demikian?. Kadang kala kita pun tak luput berucap aku bahagia bersamamu meski saat itu belum ada ikatan halal pernikahan. Itulah yang saya sebut sebagai kebahagiaan syahwat vs kebahagiaan syari'at.

Jadi, menikahlah karena dengan jalan halal pernikahan engkau akan merasakan manisnya kebahagiaan yang sesungguhnya. Engkau tak perlu lagi takut dimarahi orang tua, tak perlu takut dicibir tetangga, tak perlu sungkan saat bergandengan tangan, dan tak takut dosa saat tidur bersama. Bukankah demikian lebih membahagiakan dan menenteramkan daripada setiap hari dibayangi ketakutan atas dosa dan cibiran orang-orang?. Menikahlah agar engkau bahagia.

Menikahlah, Allah Akan Menjamin Rezekimu

Hal paling menakutkan ketika memutuskan untuk segera menikah atau tidak adalah soal rezeki, baik itu pekerjaan, kemapanan karir, dan sebagainya. Ya, begitu lah yang juga saat itu saya rasakan dan alami. Sebagaimana saya sebutkan di awal, saya memutuskan untuk menikah dalam kondisi  yang benar-benar lemah secara finansial. Tetapi prinsip anti menikah sebelum mapan saya pikir juga tidak tepat. Bayangkan saja, jika kita harus menunggu mapan secara finansial, maka niscaya pernikahan yang sejatinya ibadah dan kebaikan itu akan selalu kita tunda. Apalagi, sifat manusia akan selalu merasa tidak puas atas apapun yang telah dicapainya termasuk dalam hal karir, pekerjaan dan finansial.

Ruang kontemplasi saya bergejolak hebat saat itu. Saya berpikir keras, jika saya menunggu mapan maka pernikahan yang bernilai ibadah dan sunnah akan terus saya tunda. Padahal, meski sudah menikah bukankah kita masih bisa terus berusaha meraih kemapanan yang kita dambakan itu ?. Dalam soal ini, saya pun percaya dengan banyak ayat Alquran yang diantaranya memberikan kabar gembira tentang rezeki. Sebut saja misalnya pada surat Hud ayat 11, dimana Allah telah menjamin rezeki bagi semua makhluknya. Selain itu, saya pun meyakini kebenaran atas surat An-nur ayat 32 yang berisi jaminan rezeki dari Allah kepada mereka yang bersungguh-sungguh menikah meskipun saat itu ia dalam kondisi miskin.

Benar memang, rupanya menikah punya korelasi positif terhadap rezeki seorang hamba, dan saya telah membuktikannya. Singkatnya, Saat itu saya hampir berada dalam keputusasaan lantaran ujian Allah dalam hal pekerjaan. Beruntunglah, Allah mengirim seseorang sebagai perantara bagi saya mendapatkan rezeki-Nya. Hingga pada akhirnya setelah serangkaian proses, saat ini saya telah mendapatkan kepastian menjadi seorang pendidik di salah satu SMA swasta Islam unggulan di Jawa Timur. Selain itu, saya juga menemukan sejumlah hikmah yang baru saya sadari, namun tidak bisa saya jelaskan dalam tulisan singkat ini.

Insyaallah doakan saya bisa menyusunnya dalam sebuah buku.

Jadi, masihkah kalian takut menikah ?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun