Apalagi ketika aku menanyakan tentang Tika yang sampai saat ini belum terlihat batang hidungnya, sekaligus memberitahukan maksudku untuk mengutarakan niatku kepada Tika. Bukannya merespon dengan spontan layaknya para motivator seperti biasanya, Taci Heni justeru mengangkat kedua bahunya dan berlalu pergi meninggalkanku.
Aku langsung masuk ruanganku sesaat setelah Taci Heni meninggalkanku dengan meninggalkan tanda tanya besar memenuhi ruang di otakku. "Ada apa ini sebenarnya!?"
Setelah duduk dan menyeruput teh hangat buatan si Syarif yang lumayan meredakan kegelisahanku, aku memeriksa beberapa berkas lamaran kerja diatas mejaku yang setiap hari selalu ada saja yang masuk meskipun pabrik tidak membuka lowongan pekerjaan. Tiba-tiba, dari sekitar empat berkas lamaran kerja yang kesemuanya bersampul cokelat itu, menyembul sebuah berkas atau tepatnya seperti kertas undangan berbungkus plastik berwarna merah jambu.
Dibagian sampul depan terlihat foto Adit, foreman (kapala shift selevel dibawah supervisor) bagian produksi yang baru lulus masa percobaan beberapa hari yang lalu, bahkan SK pengangkatannya sebagai karyawan tetap, juga baru kemarin aku serahkan, tampak tersenyum bahagia memakai baju adat Banjar dengan menggandeng tangan perempuan yang tidak terlihat sosoknya karena fotonya menghiasi bagian belakang sampul undangan dan baru terlihat kalau undangan dibalik.Â
Deg! Untuk sesaat dunia seperti berhenti bergerak ketika undangan merah jambu itu kubalik dan semakin jelas ketika kedua sisinya kubuka bersamaan diatas mejaku.Â
"Astagfirullah ... Tika!"
KAMUS BANJAR Â : Â
Nang                                         :  panggilan sayang kepada anak lelaki
sabujurnya nang handak ikam cari?           :  sebenarnya apa yang kamu cari?
gasan pian                                   :  untuk anda (orang yang dihormati)
padatuan                                      :  nenek moyang