Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketimpangan Ekonomi dan Kemiskinan Jakarta Meningkat dalam Setahun Terakhir, Bagaimana Solusinya?

8 Desember 2017   10:09 Diperbarui: 10 Desember 2017   15:52 4813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga menunggu proses pembokaran bangunan semi permanen miliknya oleh satpol pp saat penertiban bangunan liar di jalan Inspeksi, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017). Pemprov DKI Jakarta melakukan penertiban permukiman liar karena mengganggu kendaraan yang melintas serta akan menjadi lokasi lintasan alat berat milik pemerintah pusat untuk mengeruk Kanal Banjir Barat. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Dalam sambutannya pada silaturahmi ulama dan tokoh agama di Balai Kota belum lama ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan komitmennya untuk membereskan persoalan ketimpangan di Jakarta melalui berbagai kebijakan yang akan berpihak kepada masyarakat miskin dan kaum marjinal (Antara, 14 November 2017).

Komitmen ini perlu diapresiasi mengingat ketimpangan ekonomi yang terjadi di Ibu Kota merupakan persoalan serius yang mendesak untuk segera diatasi. Isu ini menjadi penting karena ketimpangan ekonomi yang semakin melebar akan memperlemah kohesi sosial antar warga. Konsekuensinya, konflik dengan latar kecemburuan sosial dan isu keadilan ekonomi akan mudah tersulut.

Lalu seberapa parahkah sebetulnya ketimpangan ekonomi di Jakarta sehingga perlu dirisaukan? Salah satu ukuran kuantitatif yang sering digunakan untuk menjelaskan tingkat ketimpangan ekonomi adalah gini rasio yang berada pada skala antra 0 (pemerataan sempurna) dan 1 (the most extreme gap).

Hasil perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa kesenjangan ekonomi di Jakarta relatif tinggi. Hal ini tercermin melalui angka gini rasio yang mencapai 0,413 pada Maret 2017. Angka ini lebih tinggi dari gini rasio nasional yang mencapai 0,393. Secara nasional, ketimpangan di Ibu Kota termasuk yang paling tinggi setelah Daerah Istimewa Yogyakarta (0,432) dan Gorontalo (0,430).

Itu artinya, keberhasilan dalam menurunkan ketimpangan di Jakarta bakal memberi kontribusi signifikan terhadap penurunan ketimpangan ekonomi secara nasional, yang saat ini merupakan isu utama pembangunan ekonomi selain persoalan kemiskinan.

Patut diperhatikan bahwa perhitungan angka gini rasio tersebut menggunakan data pengeluaran rumah tangga yang dikumpulkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Idealnya, perhitungan gini rasio menggunakan data pendapatan. Sayangnya, informasi ini tidak tersedia.

Penggunaan data pengeluaran sebagai pengganti pendapatan dalam perhitungan gini rasio memberi konsekuensi bahwa angka yang dihasilkan cenderung under estimate dan kemungkinan besar sedikit lemah dalam menggambarkan spektrum ketimpangan ekonomi yang sebenarnya terjadi di masyarakat.

sumber: Finansial-Bisnis Indonesia
sumber: Finansial-Bisnis Indonesia
Berbagi kekayaan?
Salah satu upaya yang direkomendasikan untuk mempersempit ketimpangan ekonomi di Jakarta adalah dengan menggenjot kesejahteraan kelompok masyarakat bawah dengan melakukan redistribusi kue ekonomi yang tercipta di Ibu Kota (shared prosperity) melalui program-program perlindungan sosial yang menyasar kelompok masyarakat bawah.

Program perlindungan sosial terbukti ampuh menurunkan tingkat kemiskinan lebih cepat ketimbang kebijakan pembangunan ekonomi yang bertumpu pada mekanisme trickle down effect (Unicef, 2010).

Karena itu, program perlindungan sosial dapat memainkan peran yang sangat krusial dalam mempersempit ketimpangan ekonomi antara kelompok msyarakat bawah dan kaya (Razali Ritonga, 2012). Contoh sukses mengenai hal ini adalah program Bolsa Familia di Brazil yang berhasil menurunkan gini rasio sebesar 28 persen.

Untuk menghindari tumpang tindih dengan program pemerintah pusat, hal ini dapat dilakukan dengan memperluas cakupan program-program yang sudah ada, baik itu yang diinisiasi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat bawah.

Terkait hal ini, pertanyaan kritisnya adalah siapa yang termasuk kelompok masyarakat bawah yang bakal menjadi target? Jawaban pertanyaan ini sangat penting untuk menjamin bahwa program perlindungan sosial yang dijalankan benar-benar efektif dan tepat sasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun