Mohon tunggu...
Kacong Tarbuka
Kacong Tarbuka Mohon Tunggu... Media -

Hidup di tengah masyarakat agamis-kontekstualis membuat saya harus banyak belajar pada realitas. Terlalu banyak orang yang gampang mengkafirkan sesama, dan jarang orang yang bisa mengakui kesalahan, khususnya dalam perjalanan beragama. Mencari ketenangan dengan menulis, berkarya, serta mengangkat ketimpangan sosial menjadi bermartabat. Salam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Film Alif Lam Mim; Sebuah Konspirasi yang Terdidik

20 Juni 2017   11:30 Diperbarui: 20 Juni 2017   11:32 15593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cita-citanya pun tergapai, ia menjadi penulis handal. Bahkan, semua hasil tulisan yang menetes dari tangan Herlam, merupakan kebenaran yang hakiki. Kekuatan menganalisis dan menyelesaikan problem dalam satu kekacauan menjadi ciri khas tulisan dia. Tak heran pimred Liberty tersebut memperlakukan istemewa kepada Herlam.

Dan yang terakhir adalah Mim. Hidup dalam dogma yang kental, membuat ia hanya percaya pada satu sosok saja, yakni sang guru. Keadaan seseorag yang mengidap dogma seperti ini tak perlu disalahkan, apalagi dilaporkan dan kemudian dilaporkan, cukup hargai saja. Karena setiap perbedaan terdiri dari rahim yang berbeda, dan setiap rahim mengantung pada satu tubuh, yakni; alasan. Tak heran, jika Mim taat kepada sang guru. Saking taatnya, sang guru tak boleh disalahkan.

SATU ASRAMA

Alif, Lam, dan Mim merupakan produk dari Pondok Pesantren AL-Akhlas waktu itu. Tiga sahabat seperaduan, tidur bareng, mandi bareng, bahkan sakit bareng. Yang berbeda hanyalah cara mewujudkan tujuan hidup alias tujuan mencapai kebenaran. Alif mewujudkan kebenaran dengan menjadi militer, Lam dengan menjadi jurnalis, dan Mim menjadi sosok agamis yang tradisionalis.

Meski berbeda dalam mewujudkan ia tetap menjadi sahabat yang solid, saling bercengkrama, tak jarang juga berdiskusi tentang situasi kebobrokan negeri ini. Hanya saja, ketiganya mempunyai ciri yang berbeda. Mim lah sosok sahabat yang paling dewasa, Lam selalu bertindak dengan teliti dan penuh pertimbangan, sementara Alif bertindak sesuai tugas yang dibebankan kepadanya.

Namun, persahabatan mereka mulai terusik, sejak para pejabat negeri ini mulai mencari nama baik dan mengorbankan sejuta manusia. Bagaimana tidak? Pondok Al-Ikhlas yang menjadi rumah kedua tuga sahabat tersebut, harus direlakan disidik oleh TNI. Sebab, ditengarai menjadi sarang teroris. Kecurigaan tersebut mengemuka usai tiga santri masuk ke Caf dan membawa tas hitam. Seperti biasa, kecurigaan pertama dimulai dari ciri-ciri celana cingkrang, jenggot pancang, dan dahi merah.


Pertikain pun semakin menjadi-jadi usai tulisan press release sementara yang ditulis Herlam menyebar ke seluruh media, bahkan sampai ke email kepala BIN. Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa tulisan Herlam merupakan kenbenaran yang hakiki, dengan release yag ditulis Herlam itulah menjadi bukti BIN untuk melakukan penyelidikan intens terhadap pondok tersebut. Pasukan pertama dikirim, rupanya dibantai habis oleh Mim. Dan saat itulah Alif kebrikan beban untuk membawa pengasuh pendok pesantren tersebut untuk diadili, hingga terjadi perkelahian sengit antara ALif dan Mim.

Konspirasi

TEORI konspirasi mulai dipraktekkan. Dimana "kesalahan" diciptakan dengan perencanaan yang sangat matang, melibatkan pasukan, hingga dikontrol oleh pasukan asing. Tujuannya tidak lain adalah menginginkan nama baik dari publik. Namanya tersohor, dipuja, dan kemudian menacalokan sebagai presiden. Film yang cukup menggambarkan keunikan negeri ini. Pada intinya, fim tersebut mengambarkan pada kita bahwa tidak semua yang terjadi di negeri ini merupakan kesalahan yang nyata, melainkan kesalahan yang dibuat-buat dengan perencanaan yang sangat matang. Tidak lain bertujuan untuk branding nama. Bisa jadi teroris yang belakangan ini marak terjadi meruapakan konspirasi dari salah satu kalangan. Misalnya bom Sarinah yang mengundang banyak kejanggalan. Pada intinya adalah mari belajar membedah kasus hingga ke akar-akarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun