Mohon tunggu...
Kabar Sumut
Kabar Sumut Mohon Tunggu... Penulis - Kabar Sumatera Utara

Mengabarkan dan Mencerdaskan Sumatera Utara #SumutBermartabat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kelirunya Era Pencitraan, Hanya Memunculkan Kepalsuan Kepemimpinan

11 Januari 2022   16:11 Diperbarui: 12 Januari 2022   00:35 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kooplog.com 

Pemimpin sejatinya lahir dari sikap yang orisinil demi mensejahterakan rakyatnya, bergerak dengan manajemen kepemimpinan yang terorganisir, bukan semua-semua dikerjakan sendiri sama pemimpin tersebut. Untuk menangani kebersihan dan tata kota, pemimpin memerintahkan jajarannya untuk turun di lapangan dengan arahan yang jelas, bukan malah dia sendiri yang ujug-ujug menyapu jalan bahkan sampai masuk ke gorong-gorong dengan sorotan kamera dimana-mana, atau marah-marah tak jelas didepan kamera supaya kelihatan tegas. Apakah ini bagian daripada akting atau syuting?

Padahal, menjalani pemerintahan itu memiliki sistem, ada struktur lembaga yang menangani setiap permasalahan di sebuah daerah atau negara. Ada institusi, kementerian, dinas-dinas, inspektorat, kepolisian, militer dan lain sebagainya dengan tugasnya masing-masing, fungsi kepemimpinan adalah bagaimana memanajemen seluruh sumber daya tersebut dalam mengelola pemerintahan, bukan semua pos pekerjaan diambil alihnya semua demi pencitraan.

Tapi lucunya, era sekarang nampaknya lebih memberikan panggung kepada sosok-sosok pemimpin yang "banci kamera", kinerja positif diukur dari seberapa banyak dia tampil didepan kamera, tetiba masuk gorong-gorong, tetiba ngatur-ngatur jalan, tetiba nangkap maling, tetiba nyapu jalan, tetiba jadi guru, dan lain sebagainya. Sementara pemimpin yang bekerja dengan manajemen yang baik, yang semuanya itu tak terekspose di media dinilai tak punya kinerja. Jarang muncul di kamera karena memang jajarannya yang bekerja, sosok pemimpin misalnya kepala daerah, ya tugasnya bagaimana menggerakkan sistem yang efektif.

Ketika seorang kepala daerah misalnya, berhasil menerapkan manajemen pemerintahan yang baik, yang dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang berhasil diraih, pembangunan yang mulai menunjukkan progress, terselenggaranya birokrasi yang rapi dan professional. Untuk apa infrastruktur dibangun kalau pada akhirnya tak tepat sasaran, malah tidak fungsional dan membebani anggaran dengan hutang. Keliatan "wah" hanya pada saat peresmian, tapi dikemudian hari jadi beban APBD atau APBN.

Menjadi seorang pemimpin, terlebih seorang kepala daerah, harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat, punya indikator yang jelas, ada perencanaan dalam targetan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, ada riset dan pertimbangan akademis dari para ahli. Jadi tidak ujug-ujug, karena berdasarakan kebutuhan citra atau kebutuhan sesaat.

Perlu kita ingat bangsa ini akan terus tumbuh, legesi untuk anak cucu kita sangat diperlukan dari kita-kita ini. Bukan dampak buruk yang dihasilkan dari kepemimpinan yang hanya dilihat dari pencitraan, melainkan dari kinerja dan manajemen kepemimpinan. Seorang pemimpin bukan hanya memimpin pembangunan infrastruktur semata, tapi yang paling utama dia harus memiliki kepribadian yang tegas dalam mengatur para aparaturnya, baik dari segi moral dan etikanya, kemudian mengayomi masyarakatnya agar lebih sejahtera.

Pembangunan yang dilakukan sejatinya bukan hanya terletak dari bangunan apa yang terlihat secara fisik, melainkan lebih dari itu, bagaimana bisa membangun sumber daya manusia yang lebih baik dan mampu menjalankan prinsip memanusiakan manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun