Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Tinggal di Palembang

Penulis adalah Guru Ngaji di Rumah Tahfidz Rahmat Palembang, dan Penulis Buku "Revolusi Hati untuk Negeri" bekerja sebagai Jurnalis di KabarSumatera.com Palembang. (www.kabarsumatera.com) dan mengelola situs sastra : www.dangausastra.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemiskinan Adalah Jembatan Emas

15 Mei 2017   10:33 Diperbarui: 15 Mei 2017   10:53 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin, saya, Anda atau siapapun selama ini terbersit dalam hati membenci terhadap kemiskinan di belahan dunia manapun. Kebencian ini bisa jadi bermula dari ketidaksediaan kita membantu menyelesaikan kemiskinan atau karena di putaran otak kita yang ada hanya tuduhan pada pemegang kebijakan negara yang kita anggap tidak peduli terhadap kemiskinan dan orang miskin.

Tetapi, jika kemudian orang miskin dan kemiskinan itu kita putar menjadi diri kita, mungkin kita tidak pernah akan membenci kemiskinan dan orang miskin. Sebab saya, Anda atau siapapun sedang berada dalam posisi miskin. Artinya, ketika kita dalam posisi miskin dan dilingkupi kemiskinan kemudian kita membenci kemiskinan, sama halnya kita sedang membenci diri sendiri.

Mulai hari ini, sebaiknya kita melihat kemiskinan dan orang miskin bukan dengan kacamata dendam, benci atau kasihan. Sebab dendam, benci dan ucapan kasihan tidak akan menyelesaikan persoalan kemiskinan dan orang miskin. Yang terpenting dalam melihat kemiskinan dan orang miskin adalah bagaimana kemiskinan dan orang miskin dijadikan ladang untuk menebar benih kebaikan, sehingga kemiskinan dan orang miskin tidak selalu dihujani hujatan, cercaan dan makian yang penuh dendam dan kebencian terhadap siapapun.

Sebab, saya yakin. Kemiskinan dan orang miskin adalah ciptaan Tuhan. Semua bukan tanpa tujuan. Sedemikian egonya kita yang dalam keseharian jika lebih banyak menahan hak orang lain, dari pada kita mau memberikan sebagian dari harta kita, sehingga untuk membuka lahan kebaikan itu, Tuhan tetap saja membiarkan kemiskinan dan orang miskin ada di sekitar kita.

Kalau kita kemudian sudah memantapkan diri dalam hati, kalau sebenarnya kemiskinan dan orang miskin adalah peluang berbuat baik dari Tuhan, mengapa kita harus memaki-maki, mencaci, mengusir mereka dari hadapan kita? Toh Tuhan dengan sengaja menciptakan kemiskinan dan orang miskin sebagai alat, sebagai ruang bagi kita untuk menanamkan benih kebaikan antar sesama mahluk ciptaan-Nya?

Jika teryata kemiskinan dan orang miskin adalah sekumpulan mahluk yang diciptakan Tuhan, tetapi kita usir mereka dengan tenpa memberi apapun pada mereka, bukankah kita sama saja sedang membuang kesempatan berbuat baik, yang sedang diberikan Tuhan untuk kita?

Dalam keseharian, kita sering melihat kemiskinan dan orang miskin seperti tinja yang menjijikkan. Sebab kita tidak mengetahui rahasia Tuhan, kenapa kemiskinan dan orang miskin itu diciptakan. Padahal, kemiskinan dan orang miskin adalah jembatan emas untuk membuka diri dan hati kita, agar mau berbagi antar sesama. Sebab pada harta kita ada hak orang lain yang wajib kita berikan pada mereka.

Kemiskinan dan orang miskin, tidak kita sadari ternyata telah membawa jasa besar pada bangsa ini. Indonesia pernah disebut di mata internasional, sebagai bangsa yang mampu ber-swasembada pangan karena mampu membantu jutaan rakyat miskin terbebas dari krisis pangan. Kemiskinan, juga telah banyak membuka peluang bagi kita untuk terus melakukan pembersihan diri, pembersihan ego kepemilikan kita, dengan memberikan sebagian kecil dari harta yang kita punya.

Tuhan sepertinya belum bersedia melenyapkan kemiskinan, karena kita masih perlu banyak berbuat untuk membayar hutang-hutang kebaikan kita pada Sang Pencipta.  Untunglah, Tuhan belum mencabut kemiskinan. Itu pertanda, Tuhan masih berbaik hati dengan kita. Ini bentuk solidaritas Tuhan buat kita.  Tuhan masih memberi kesempatan kita untuk melakukan perbaikan diri melalui kemiskinan untuk menuju kematian? **

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun