Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Tinggal di Palembang

Penulis adalah Guru Ngaji di Rumah Tahfidz Rahmat Palembang, dan Penulis Buku "Revolusi Hati untuk Negeri" bekerja sebagai Jurnalis di KabarSumatera.com Palembang. (www.kabarsumatera.com) dan mengelola situs sastra : www.dangausastra.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Memaksa Kerbau untuk Mencintaimu

28 Desember 2019   08:24 Diperbarui: 28 Desember 2019   08:29 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: cjip.jatengprov.go.id

Sikap ini menjadi adab dan takdzimnya Nyai Hayat pada suaminya. Sebab, Nyai Hayat sadar betul, bila isteri mengatakan sesuatu yang melebihi suaminya, baik suara, nana bicara yang tinggi, apalagi membentak---bisa-bisa membuat Nyai Hayat di akhirat kelak tidak akan mencium bau sorga.

"Jangan pernah berubah niat hanya gara-gara perkataan orang," ujar Gus Pri menyemangati isterinya yang terlihat gundah.

"Menurut Abah, tujuan kita mengembangkan rumah tahfidz menjadi pondok, apa?" pertanyaan ini membuat Gus Pri kembali menatap serius Nyai Hayat.

"Sebelum Nabi Adam diturunakn ke Bumi, Allah sebagai Pencipta alam semesta, langit, bumi dan isinya, jauh sebelumnya sudah merencanakan semuanya. Jauh sebelum mahluk penghuni bumi dan langit ada, Allah sudah membentangkan semua fasilitas hidup bagi mahluknya. Bumi, matahari, air,  angin dan semuanya disiapkan secara gratis. Jadi, kalau kita sudah mengendarai mobil atau sepeda motor, jangan lagi bertanya kemana kita akan pergi. Aneh itu. Jalani saja dengan bismillah. Allah yang akan mengarahkan kita?" Gus Pri menenangkan Nyai Hayat.

"Tapi tujuan kita ini tidak salah jalan, kan, Bah?" Nyai Hayat masih penasaran. Gus Pri belum secara gamblang memberi jawaban.

"Yang salah itu, kalau kita tidak melakukan apapun. Tapi melakukan sesuatu dengan cara yang salah, itu lebih salah lagi! Bahasa pondoknya, jahil murokab!" tegas Gus Pri, mengingatkan saya pada kelakar santri saat ada santri yang sulit menerima materi pelajaran, sering disebut : jahil murokab. Artinya kebodohan yang teramat sangat.

"Jadi tentang tujuan kita bagaimana?" Nyai Hayat mengembalikan pertanyaan awal.

"Ya, membangun generasi baru yang jadi pewaris para nabi. Sebab, bangsa ini banyak orang pandai dan pintar, tapi kekurangan orang baik. Ada orang baik, mungkin masih banyak, tapi mereka berada di sudut-sudut kampung dan perdusunan. Hanya Allah yang mendengar suara mereka," Gus Pri mulai berargumentasi.

"Lalu kenapa kita harus mengembangkan pondok, apa dengan Rumah Tahfidz ini tidak cukup?" tanya Nyai Hayat lagi.

"Anak-anak dari teman-temanmu yang PNS, atau yang petani itu, sekarang sedang mondok juga. Ada yang sedang masuk ke perguruan tinggi. Lima tahun, sepuluh tahun lagi atau lebih dari itu, mereka akan selesai dan mencari pekerjaan. Atau sebagian pulang kampung, karena kalah perang di kota, lalu memilih berkebun meneruskan nenek moyangnya. Bagi yang bekerja di perusahaan, akan meninggalkan kampung halaman, tanpa pernah berpikir lagi bagaimana nasib orang-orang kampung yang terus terbelakang sampai ajal menjemput. Belum lagi sebagian anak mudanya menganggur, meskipun diantara mereka sudah belajar bertahun-tahun. Kalau kita punya pondok dan berkembang, ya semua itu kita siapkan untuk anak-anak kita, untuk lahan mereka agar mengarkayan diri di pondok kita. Ini peluang bagi anak-anak temanmu agak kelak kalau saat pulang kampung bisa mengabdikan dan membagikan ilmunya di sini. Mereka tidak usah keluar dari dusun lagi, karena pondok  kita ini lebih membutuhkan mereka!" Gus Pri seketika menggelontorkan kalimat panjang.

"Jadi tugas tugas kita, Apa?" Nyai Hayat selalu bertanya pendek. Hanya dengan cara ini, Nyai Hayat kian mengetahui landasan mendasar suaminya mendirikan dan mengembangkan pondok.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun