Setelah belasan tahun terpaksa kutinggalkan, hari ini aku kembali dengan setumpuk rindu yang tertahan. Rindu pada keceriaan naik sepeda bersama teman-teman. Rindu pada aneka jenis jajanan yang biasa kita nikmati di bawah rindang pepohonan. Juga rindu berkejaran dengan detik dan waktu yang telah mengajariku tentang makna kesungguhan. Semua kenangan itu masih tersimpan  rapi dalam ingatan.
Kutelusuri jalanan yang biasa kita lalui, berharap masih ada jejak yang bisa kutemui. Nihil. Semua telah musnah terganti masa. Tiada sesuatupun yang masih tersisa. Aku harus rela kecewa.
Canda tawa itu telah pergi, berganti caci maki pengendara yang tak sabar ingin saling mendahului. Riuh suara klakson bersahut-sahutan, menambah gaduh suasana jalanan.
Pohon rindang itu entah di mana. Berganti gedung tinggi menjulang ke angkasa. Jangankan berharap akan sejuknya udara. Bisa bernafas lewat jendela kaca saja sudah syukur tak terkira.
Kini, bukan semata-mata kesungguhan yang harus kita perjuangkan, kepekaan. Peka pada keadaan yang tak lagi menjanjikan kenyamanan. Peka pada rasa kemanusiaan yang tergerus oleh keangkuhan zaman.Â
Masih ada harapan untuk kembali menata kehidupan. Jangan biarkan kenangan kita musnah tinggal puing-puing berserakan. Mari bersama-sama bangkitkan kesadaran untuk perbaiki kota yang senantiasa kita rindukan.Â
JWS. Rizki