Mohon tunggu...
Jusman Syafii Djamal
Jusman Syafii Djamal Mohon Tunggu... -

Komisaris Utama PT KAI Indonesia (Persero). Tulisan mewakili pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Trade and Industri: Dapatkah Bersinergy?

19 September 2018   15:01 Diperbarui: 19 September 2018   15:12 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dari pengalaman Negara seperti Jepang dan Jerman menumbuhkan kekuatan Industri dalam negeri nya dari tahun 1980 hingga 2000 sehingga kekuatan industry nya tumbuh menjadi maju, kita dapat belajar.  

Jika ingin mengendalikan deficit neraca perdagangan, sektor Industri dan Perdagangan harus saling bersinergi dalam satu Negara. Daya saing Industri Nasional merupakan benteng pertahanan bagi arus deras produk import kedalam pasar domestik. Perdagangan merupakan ujung tombak untuk penetrasi pasar internasional melalui eksport produk industry Nasional.

Perdagangan ibarat keran yang mampu menjadi pengatur Reservoir cadangan bahan kebutuhan pasar domestik dan bahan kebutuhan pokok masyarakat. 

Sebab definisi kemandirian bangsa dalam abad 21 ini, di era digital adalah kemampuan bangsa sendiri untuk memproduksi semua kebutuhan pokoknya melalui ketangguhan industry Nasional, untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak mampu dan tidak dapat diproduksi sendiri. Export harus lebih besar dari import. 

Ketangguhan industry Nasional, dapat dikembangkan terus menerus  melalui langkah penguasaan teknologi baik dalam transfer of technology maupun melalui pembangunan kawasan industry. Diperlukan Policy on Technology Acquistion dan langkah parallel untuk menemukan sumber dana untuk Capital Expenditure dan Operational Expenditures tiap  industri yang dikembangkan didalam negeri. Policy on Financial Engineering perlu berjalan beriringan. 

Dengan kata lain Perdagangan dan Industri ibarat dua ujung tombak kembar seperti pemain sayap kanan dan pemain sayap kiri dengan satu play maker berupa Instrumen Fiskal dan moneter, dalam permainan Sepak bola. 

Buku "Managing in downturn" terbitan Financial Times 2009, menjelaskan tentang  munculnya 'konsensus Tokyo' diantara para "Policy Maker" di Jepang yang memainkan peranan strategis dalam menjaga keharmonisan intelinked diantara Perdagangan dan Industri.

Mereka mengembangkan spirit Japan Ince melalu frasa Jepang gyosei shido yang menjadi bagian dari jargon bisnis dan platform industry di Jepang.

Sebuah frasa untuk mengembangkan Instrument Fiskal dan Moneter serta  Rule and Regulations untuk "barrier to entry" yang diikuti oleh bimbingan administrative. Sehingga setiap Government Official yang bekerja di Kemenetrian Perindustrian dan Perdagangan (MITI = Ministry of Trade and Industry) menerapkan kebijakan yang disebut mereka dengan istilah "champion industry for National Interest". 

Melalui jargon ini dipilih dan ditentukan prioritas sector industry yang dapat diunggulkan dan diharapkan sebagai motor pertumbuhan kekuatan eksport. Dengan memproduksi barang dan jasa unggulan yang mampu jadi pemenang di antara sektor industry lain dan persaingannya dengan perusahaan manca negara . Dua instrument untuk mendorong Jepang ke daya saing lebih tinggi.

Payung ini memunculkan apa yang disebut keiretsu atau kelompok industry dan soga sosha atau kelompok perusahaan dagang yang memasarkan secara agresif produk industry jepang ke pelbagai pelosok pasar domestic dan pasar manca negara yang di"back up" dengan dukungan mekanisme kredit berbunga lunak dari system perbankan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun