Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Regulasi Kawasan Tanpa Rokok: Bandung Lancar, Jakarta Alot

25 Juni 2025   11:29 Diperbarui: 25 Juni 2025   11:29 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga 24 Juni 2025 Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta masih membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)  masih berlangsung alot.

Beberapa poin yang antara lain maish menjadi perdebatan ialah batasan apa yang disebut sebagai tempat umum serta ruang publik terpadu kawasan di mana dilarang untuk merokok.

Ketidakjelasan batasan ini bisa menimbulkan multitafsir bisa berdampak pada pertumbuahn usaha hotel, rumah makan hingga sektor UMKM.

Batasan yang jelas dituntut para pegiat anti rokok seperti larangan berjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan  dan tempat bermain anak hingga larangan memasang iklan dalam radius 500 meter  dipandang bisa mempersempit ruang penjualan dan menurutnya pendapatan sektor ekonomi akhirnya pada pendapatan daerah.

Ketika DKI Jakarta masih mandek  dalam pengesahan Raperda Kawasan Tanpa Rokok selama 14 tahun, Kota Bandung sudah mempunyai Perda Nomor 4 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok.  Orang-orang yang melanggar jika merokok pada spot-spot yang dilarang akan membayar Rp500 ribu.

Dalam hal ini Pemerintah Kota dan DPRD Bandung sekalipun menghadapi kekhawatiran dari PHRI Kota Bandung melihat bahwa kehadiran regulasi untuk membuat spot-spot kawasan tanpa rokok adalah keniscayaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung memberikan data yang mengkhawatirkan bahwa tanpa regulasi ketat pun merokok tetap flat di angka kisaran 30 persen.  Namun jumlahnya tidak melonjak tajam secara presentase dari populasi.  

Pada 2023 sebanyak 30,93 persen warga Bandung berusia 15 tahun adalah perokok.  Dari mereka yang merokok 40 persen dari berpenghasilan  kalangan bawah.  Namun yang menarik kalau dilihat dari tingkat pendidikan, mereka yang pendidikannya lulus SMP menempati angka 28,12 persen dan lulus SD 29, 74 persen.

Pada waktu itu Ketua DPRD Kota Bandung Tedy Rusmawan mengungkapkan  Data Statistik Bagian Kesra pada 2017 menunjukkan bahwa anak-anak SD yang merokok mencapai 32 persen.

Sementara pada 2022 jumlah itu turun sedikit sebanyak 28,44 persen dari populasi dan  2021 sebanyak 31,03 persen, 2020 sebanyak 30,07 persen.  

Mereka yang berjuang untuk mendorong disahkan Perda itu datang berbagai kelompok komunitas di antaranya Smoke Free Kota Bandung. 

Pendirinya Santri Indra Astuti menyampaikan pihaknya ingin menciptakan udara bersih bagi masyarakat. Perjuangan untuk menghadirkan Perda KTR sudah dimulai sejak 2012 dari naskah akademik.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) Niti Emiliana mengapresiasi Pemkot dan DPRD dalam menggolkan Perda KTR.   Niti mengungkapkan sepemangamatannya banyak gedung perkantoran, rumah sakit, dan sekolah di Kota Bandung  sudah menerapkan zona KTR.

Selain itu ada satpol PP dan satgas KTR sebagai pemantauan dan pentertiban. Bahkan mereka punya e-monev  di mana masyarakat juga bisa melihat hasil e-monev implementasi pemantauan KTR.

"Saya menemukan studi bahwa Penerapan KTR di Kota Bandung telah dijalankan dengan baik menurut hasil evaluasi pemerintah Kota Bandung yang dibuktikan melalui dashboard e-monev KTR dari Kemenkes (85,74%)," ujar Niti melalui Whatsapp, 24 Juni 2025.

Niti Emiliana-Foto: Dokumentasi Pribadi 
Niti Emiliana-Foto: Dokumentasi Pribadi 

Dines Kota Bandung memang melakukan pemantauan KTR dengan aplikasi Dashboard E-Monev, yang merupakan instrumen standar yang dikeluarkan Kemenerian Kesehatan RI dengan WHO Indonesia.

Hasilnya pada 2023, Kota Bandung memperoleh penghargaan dari Kementerian Kesehatan sebagai Kota Pelaksana Uji Coba Implementasi Dashboard E-Monev KTR.

Baca: Dinkes Bandung  

Meskipun demikian dari penerapan KTR Kota Bandung belajar dari Jepang, Irlandia, Singapura. Di beberapa negara disediakan bilik khusus merokok yang kecil.

"Bahkan para perokok rela mengantri untuk menggunakan bilik kecil tersebut,  Saking nggak bolehnya merokok sembarangan," ungkap alumni Jurusan Kesehatan Masyarakat FKM UMJ ini.

Apakah Perda KTR ini menganggu pendapatan dari sektor pariwisata di mana Kota Bandung menjadi andalan PAD Kota Bandung. Karena hotel, restoran dan tempat hiburan termasuk yang disebut sebagai  KTR, selain rumah sakit, tempat ibadah, sekolah, terminal halte, transportasi umum dan ruang publik.

Berdasarkan Open Data Bandung.Go.Id pemasukan pajak Restoran pada 2022 menembus Rp334 miiar, bahkan pada 2023 pajak restoran mencapai Rp369 miliar dan 2024 Rp398 miliar.

Capaian ini lebih tinggi dari 2021 sebelum Perda baru diberlakukan sebesar sekira  Rp206 miliar dan Rp212 miliar pada 2020.  

Begitu juga dengan tempat hiburan pada 2024 mendapat pajak senilai Rp678 miliar pada 2024 dan Rp573 miliar pada 2023 dan Rp456 miliar pada 2022. Data ini menunjukkan terus meningkat.

Bagaimana dengan pajak hotel? Opendata menyebutkan pajak hotel pada 2024 mencapai Rp424 miliar, meningkat dari 2023 sebesar Rp391 miliar dan Rp327 miliar pada 2022.

Baca: Open Data Kota Bandung

Jadi apa masalahnya dengan Perda KTR? Secara ekonomi tidak ada (atau  tidak banyak ) pengaruhnya bagi Kota Bandung. Halo Jakarta! 

Irvan Sjafari

Sumber Foto: https://www.unpas.ac.id/aturan-kawasan-tanpa-rokok-tak-efektif-tanpa-konsistensi-pemerintah/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun